Perusahaan hanya dilaporkan dalam bentuk kepemilikan saham yang masuk kategori surat berharga di LHKPN. Besarannya hanya dihitung sesuai harga per lembar saham.
“Kalau sahamnya 50 lembar, satu lembarnya 1 juta ya cuma 50 juta. Urusan konsultan pajak dapatnya Rp 1 triliun enggak ada di LHKPN, berisiko kan jadinya kan,” ujar Pahala.
Lebih lanjut, Pahala menyatakan KPK sedang fokus mencari perusahaan milik pegawai Ditjen Pajak yang bergerak di konsultan pajak.
Baca juga: Dasar Hukum Larangan Pegawai Pajak Aktif Merangkap Jadi Konsultan
KPK melihat, keberadaan perusahaan konsultan pajak itu lebih berbahaya dibanding lainnya.
Menurut Pahala, pegawai Ditjen Pajak bisa mengarahkan wajib pajak yang merasa kesulitan mengurus pembayaran menggunakan jasa konsultan miliknya.
Selain tidak etis, tindakan itu bisa menjadi siasat untuk menyamarkan transaksi suap atau gratifikasi dan membuka celah konflik kepentingan.
“Betul (konflik kepentingan) dan dia memperlebar risikonya, tadinya risiko cuma kalau dia kasih uang ke gua jadi lebih susah lagi risikonya karena bisa tangan ke konsultan ke konsultan lagi baru ke saya oh hilang jejaknya,” ujar Pahala.
Baca juga: Minta Pemerintah Tak Kalah dengan Mafia Pajak, Anggota DPR: Ini Skandal Luar Biasa
“Kita fokus mana yang perusahaan konsultan. Paling bahaya itu soalnya,” ujar Pahala.
Pahala menyatakan pihaknya bakal menyerahkan data 134 pegawai Ditjen Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan itu hari ini, Jumat (10/3/2023).
Pahala mengaku telah berkomunikasi dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan.
"Tadi sudah dengan Pak Sekjen (Kemenkeu) bisik-bisik. Dikasihnya? Mungkin besok," ujar Pahala, Kamis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.