JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah resmi mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Jumat (29/12/2022).
Kebijakan ini dicabut setelah kurang dari tiga tahun lamanya diterapkan guna menekan penyebaran pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Baca juga: PPKM Dicabut, Jokowi: Vaksinasi Harus Tetap Digalakkan
Pencabutan PPKM tak lepas karena kian menurunnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia.
Sepanjang perjalanannya, kebijakan yang pada dasarnya bertujuan untuk membatasi kegiatan masyarakat di tengah penyebaran Covid-19 ini acap kali gonta-ganti nama.
Awalnya, kebijakan pengetatan kegiatan masyarakat bernama Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB).
Kebijakan itu diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020.
PSSB diterapkan dengan merujuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Setelahnya, pemerintah mengganti istilah dari PSBB menjadi PPKM Jawa-Bali. Kebijakan ini berlaku pada 11 hingga 25 Januari 2021.
Kebijakan ini hanya berlaku untuk wilayah Jawa dan Bali sebagai bentuk respons melonjaknya kasus Covid-19 usai libur Natal dan Tahun Baru.
Tak berhenti sampai di situ, pemerintah kembali mengubah istilah kebijakan menjadi PPKM Mikro yang dimulai pada 9 Februari 2021.
Selanjutnya, pemerintah mengubah PPKM Mikro menjadi Penebalan PPKM Mikro yang berlaku pada 22 Juni hingga 5 Juli 2022.
Setelah itu, pemerintah mengganti lagi menjadi PPKM Darurat. Istilah ini diganti setelah adanya temuan virus varian baru, yakni varian Delta dari India.
Terakhir, pemerintah mengganti menjadi PPKM 4-3 pada 20 Juli 2021.
Hal itu disampaikan Jokowi melalui video yang diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (31/1/2021).
“Yang berkaitan dengan PPKM tanggal 11-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi karena kita memiliki indeks mobility-nya. Sehingga di beberapa provinsi Covid-nya tetap naik,” kata Jokowi.
Baca juga: Pencabutan PPKM Dinilai Tidak Tepat, Pemerintah Disebut Hanya Pertimbangkan Faktor Ekonomi-Politik
Ia mengatakan implementasi PPKM yang semestinya membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat justru tak mampu melakukan kedua hal tersebut.
Karena itu, ia meminta ke depannya implementasi PPKM diperkuat dan para menteri serta kepala lembaga terkait benar-benar mengetahui kondisi lapangannya.
Ia pun mengakui implementasi sejumlah aturan di lapangan masih belum konsisten sehingga banyak aturan yang dilanggar.
“Tapi yang saya lihat di implementasinya kita tidak tegas dan tidak konsisten. Ini hanya masalah implementasi ini. Sehingga saya minta betul-betul turun di lapangan. Tetapi juga siap dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana agar masyarakat tahu apa sih yang namanya 3 M itu,” tutur Jokowi.
“Siapkan juga masker yang memiliki standar-standar yang benar. Sehingga masyarakat kalau yang enggak pakai langsung diberi, (disuruh) pakai, diberi tahu,” lanjut Presiden.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengaku heran dengan pernyataan Jokowi yang mengakui PPKM tidak efektif.
Menurut Agus, seharusnya Jokowi menyadari bahwa pembatasan kegiatan masyarakat tidak akan efektif dalam menangani pandemi sejak ditemukan kasus Covid-19 di Indonesia.
"Kok baru sekarang ngomongnya? Enggak dari Maret lalu? Mengapa baru sekarang? Kan saya bilang mau PSBB, mau PPKM, penanganan ini karena saya mazhabnya lockdown, ya harus dikarantina di Pulau Jawa," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/2/2021).
Di tengah kebijakan PPKM tersebut, pemerintah sempat mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan.
Tepatnya setelah Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disipilin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Inpres tersebut di antaranya mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
Aturan ini memberi ruang peran militer atau TNI dan Polri untuk berhadapan langsung dengan masyarakat terkait penanganan Covid-19.
"Terkait penerapan sanksi, TNI mestinya tidak berhadapan langsung dengan masyarakat," ujar Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, Jumat (7/8/2020).
Fahmi menjelaskan, secara normatif, Inpres tersebut selaras dengan bentuk kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Fahmi juga menuturkan, meski Inpres tersebut sudah memberi panduan terkait bentuk sanksi, namun Inpres itu tidak merumuskan secara rinci bagaimana penerapannya.
Sementara itu, Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Panca Putra Tarigan mengatakan, alasan pemerintah melibatkan TNI dan Polri karena kedua institusi tersebut memiliki sumber daya tenaga kesehatan yang banyak.
Dengan kata lain, pemerintah tidak perlu merekrut tenaga-tenaga baru.
"Jadi ada aspek-aspek itu yang kemudian bisa diberdayakan tanpa harus menyebabkan juga menggerakkan pembiayaan yang harus besar untuk merekrut-rekrut tenaga baru, jadi dimensi anggaran juga perlu dilihat," kata Abetnego dalam konferensi pers yang digelar LaporCovid-19, Rabu (18/8/2021).
Jauh ke depan, Jokowi akhirnya mencabut PPKM mulai Jumat kemarin.
"Lewat pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan angka-angka yang ada maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Jokowi beralasan, pencabutan dilakukan karena situasi pandemi Covid-19 di Indonesia sudah melandai.
Hal itu berkaca dari kasus harian Covid-19 pada 27 Desember 2022 yang hanya 1,7 kasus per 1 juta penduduk.
Ia juga menyebutkan, positivity rate mingguan juga sudah berada di angka 3,3 persen, begitu pula bed occupancy rate 4,79 persen, serta angka kematian 2,39 persen.
Angka tersebut, kata Jokowi, berada di bawah standar Badan Kesehatan Dunia, atau WHO sehingga pemerintah memutuskan untuk menghentikan PPKM.
"Jadi tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat," kata dia.
Adapun pencabutan PPKM ini akan dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.