“Yang berkaitan dengan PPKM tanggal 11-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi karena kita memiliki indeks mobility-nya. Sehingga di beberapa provinsi Covid-nya tetap naik,” kata Jokowi.
Baca juga: Pencabutan PPKM Dinilai Tidak Tepat, Pemerintah Disebut Hanya Pertimbangkan Faktor Ekonomi-Politik
Ia mengatakan implementasi PPKM yang semestinya membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat justru tak mampu melakukan kedua hal tersebut.
Karena itu, ia meminta ke depannya implementasi PPKM diperkuat dan para menteri serta kepala lembaga terkait benar-benar mengetahui kondisi lapangannya.
Ia pun mengakui implementasi sejumlah aturan di lapangan masih belum konsisten sehingga banyak aturan yang dilanggar.
“Tapi yang saya lihat di implementasinya kita tidak tegas dan tidak konsisten. Ini hanya masalah implementasi ini. Sehingga saya minta betul-betul turun di lapangan. Tetapi juga siap dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana agar masyarakat tahu apa sih yang namanya 3 M itu,” tutur Jokowi.
“Siapkan juga masker yang memiliki standar-standar yang benar. Sehingga masyarakat kalau yang enggak pakai langsung diberi, (disuruh) pakai, diberi tahu,” lanjut Presiden.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengaku heran dengan pernyataan Jokowi yang mengakui PPKM tidak efektif.
Menurut Agus, seharusnya Jokowi menyadari bahwa pembatasan kegiatan masyarakat tidak akan efektif dalam menangani pandemi sejak ditemukan kasus Covid-19 di Indonesia.
"Kok baru sekarang ngomongnya? Enggak dari Maret lalu? Mengapa baru sekarang? Kan saya bilang mau PSBB, mau PPKM, penanganan ini karena saya mazhabnya lockdown, ya harus dikarantina di Pulau Jawa," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/2/2021).
Di tengah kebijakan PPKM tersebut, pemerintah sempat mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan.
Tepatnya setelah Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disipilin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Inpres tersebut di antaranya mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
Aturan ini memberi ruang peran militer atau TNI dan Polri untuk berhadapan langsung dengan masyarakat terkait penanganan Covid-19.
"Terkait penerapan sanksi, TNI mestinya tidak berhadapan langsung dengan masyarakat," ujar Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, Jumat (7/8/2020).
Fahmi menjelaskan, secara normatif, Inpres tersebut selaras dengan bentuk kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).