Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik PPKM: Gonta-ganti Istilah, Diakui Tak Efektif, Kini Dicabut Jokowi

Kompas.com - 31/12/2022, 06:43 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah resmi mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Jumat (29/12/2022).

Kebijakan ini dicabut setelah kurang dari tiga tahun lamanya diterapkan guna menekan penyebaran pandemi Covid-19 di Tanah Air.

Baca juga: PPKM Dicabut, Jokowi: Vaksinasi Harus Tetap Digalakkan

Pencabutan PPKM tak lepas karena kian menurunnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia.

Sepanjang perjalanannya, kebijakan yang pada dasarnya bertujuan untuk membatasi kegiatan masyarakat di tengah penyebaran Covid-19 ini acap kali gonta-ganti nama.

PSBB hingga PPKM

Awalnya, kebijakan pengetatan kegiatan masyarakat bernama Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB).

Kebijakan itu diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020.

PSSB diterapkan dengan merujuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Setelahnya, pemerintah mengganti istilah dari PSBB menjadi PPKM Jawa-Bali. Kebijakan ini berlaku pada 11 hingga 25 Januari 2021.

Baca juga: Pencabutan PPKM dan Terbitnya Perppu Cipta Kerja Diumumkan pada Hari yang Sama, Jokowi: Jangan Dicampur Aduk

Kebijakan ini hanya berlaku untuk wilayah Jawa dan Bali sebagai bentuk respons melonjaknya kasus Covid-19 usai libur Natal dan Tahun Baru.

Tak berhenti sampai di situ, pemerintah kembali mengubah istilah kebijakan menjadi PPKM Mikro yang dimulai pada 9 Februari 2021.

Selanjutnya, pemerintah mengubah PPKM Mikro menjadi Penebalan PPKM Mikro yang berlaku pada 22 Juni hingga 5 Juli 2022.

Setelah itu, pemerintah mengganti lagi menjadi PPKM Darurat. Istilah ini diganti setelah adanya temuan virus varian baru, yakni varian Delta dari India.

Terakhir, pemerintah mengganti menjadi PPKM 4-3 pada 20 Juli 2021.

Akui tak efektif

Foto udara lalu lintas kendaraan menuju Jakarta di simpang susun tomang, Jakarta, Jumat (10/4/2020). Dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, Pemprov DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mulai berlaku Jumat (10/4) hingga 14 hari kedepan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/pras.ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI Foto udara lalu lintas kendaraan menuju Jakarta di simpang susun tomang, Jakarta, Jumat (10/4/2020). Dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, Pemprov DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mulai berlaku Jumat (10/4) hingga 14 hari kedepan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/pras.
Dalam perjalanannya, Jokowi mengakui penerapan kebijakan PPKM untuk menekan laju penularan Covid-19 tidak efektif.

Hal itu disampaikan Jokowi melalui video yang diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (31/1/2021).

“Yang berkaitan dengan PPKM tanggal 11-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi karena kita memiliki indeks mobility-nya. Sehingga di beberapa provinsi Covid-nya tetap naik,” kata Jokowi.

Baca juga: Pencabutan PPKM Dinilai Tidak Tepat, Pemerintah Disebut Hanya Pertimbangkan Faktor Ekonomi-Politik

Ia mengatakan implementasi PPKM yang semestinya membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat justru tak mampu melakukan kedua hal tersebut.

Karena itu, ia meminta ke depannya implementasi PPKM diperkuat dan para menteri serta kepala lembaga terkait benar-benar mengetahui kondisi lapangannya.

Ia pun mengakui implementasi sejumlah aturan di lapangan masih belum konsisten sehingga banyak aturan yang dilanggar.

“Tapi yang saya lihat di implementasinya kita tidak tegas dan tidak konsisten. Ini hanya masalah implementasi ini. Sehingga saya minta betul-betul turun di lapangan. Tetapi juga siap dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana agar masyarakat tahu apa sih yang namanya 3 M itu,” tutur Jokowi.

“Siapkan juga masker yang memiliki standar-standar yang benar. Sehingga masyarakat kalau yang enggak pakai langsung diberi, (disuruh) pakai, diberi tahu,” lanjut Presiden.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengaku heran dengan pernyataan Jokowi yang mengakui PPKM tidak efektif.

Menurut Agus, seharusnya Jokowi menyadari bahwa pembatasan kegiatan masyarakat tidak akan efektif dalam menangani pandemi sejak ditemukan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Kok baru sekarang ngomongnya? Enggak dari Maret lalu? Mengapa baru sekarang? Kan saya bilang mau PSBB, mau PPKM, penanganan ini karena saya mazhabnya lockdown, ya harus dikarantina di Pulau Jawa," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/2/2021).

Dikritik

Di tengah kebijakan PPKM tersebut, pemerintah sempat mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan.

Tepatnya setelah Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disipilin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Inpres tersebut di antaranya mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.

Aturan ini memberi ruang peran militer atau TNI dan Polri untuk berhadapan langsung dengan masyarakat terkait penanganan Covid-19.

"Terkait penerapan sanksi, TNI mestinya tidak berhadapan langsung dengan masyarakat," ujar Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, Jumat (7/8/2020).

Fahmi menjelaskan, secara normatif, Inpres tersebut selaras dengan bentuk kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Fahmi juga menuturkan, meski Inpres tersebut sudah memberi panduan terkait bentuk sanksi, namun Inpres itu tidak merumuskan secara rinci bagaimana penerapannya.

Sementara itu, Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Panca Putra Tarigan mengatakan, alasan pemerintah melibatkan TNI dan Polri karena kedua institusi tersebut memiliki sumber daya tenaga kesehatan yang banyak.

Dengan kata lain, pemerintah tidak perlu merekrut tenaga-tenaga baru.

"Jadi ada aspek-aspek itu yang kemudian bisa diberdayakan tanpa harus menyebabkan juga menggerakkan pembiayaan yang harus besar untuk merekrut-rekrut tenaga baru, jadi dimensi anggaran juga perlu dilihat," kata Abetnego dalam konferensi pers yang digelar LaporCovid-19, Rabu (18/8/2021).

Dicabut

Jauh ke depan, Jokowi akhirnya mencabut PPKM mulai Jumat kemarin.

"Lewat pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan angka-angka yang ada maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Jokowi beralasan, pencabutan dilakukan karena situasi pandemi Covid-19 di Indonesia sudah melandai.

Hal itu berkaca dari kasus harian Covid-19 pada 27 Desember 2022 yang hanya 1,7 kasus per 1 juta penduduk.

Ia juga menyebutkan, positivity rate mingguan juga sudah berada di angka 3,3 persen, begitu pula bed occupancy rate 4,79 persen, serta angka kematian 2,39 persen.

Angka tersebut, kata Jokowi, berada di bawah standar Badan Kesehatan Dunia, atau WHO sehingga pemerintah memutuskan untuk menghentikan PPKM.

"Jadi tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat," kata dia.

Adapun pencabutan PPKM ini akan dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com