Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Kegentingan Perpu Pemilu dengan Masa Jabatan KPU

Kompas.com - 01/12/2022, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pemekaran tiga daerah otonomi baru di Papua pada Juli 2022, hal pertama yang muncul adalah persoalan tentang alokasi kursi dan dapil untuk daerah otonomi baru dalam pemilu 2024.

Untuk mengatasi persoalan itu, tentu dengan mekanisme perubahan undang-undang. Sebab dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, daerah-daerah otonomi baru itu belum dibentuk, dan keberadaannya sebagai daerah pemilihan belum diatur, sehingga perlu diakomodir dalam perubahan undang-undang.

Namun perubahan undang-undang memerlukan waktu yang relatif lama dan bisa memicu perdebatan panjang di sidang Parlemen.

Sementara penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan diputuskan pada 9 Februari 2023.

Dalam menghadapi situasi itu, Pemerintah berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengakomodir persoalan kursi dan Dapil bagi DPR dan DPRD di daerah otonomi baru itu.

Rencana pemerintah mengeluarkan Perpu pemilu mendapatkan umpan balik dari publik. Beberapa tanggapan muncul menyertai wacana keluarnya Perpu tersebut.

Beberapa kali rapat penyelarasan dan penyesuaian antara pemerintah dan DPR telah dilakukan untuk mengakomodir berbagai masukan dari lembaga-lembaga tersebut.

Sepertinya Perpu ini adalah Perpu yang terkoordinasi. Artinya perpu yang akan dikeluarkan oleh Presiden adalah perpu yang sudah dibahas bersama dengan DPR mengenai materi-materi tertentu yang ingin ditambah dan diubah.

Disebut terkoordinasi karena melibatkan lembaga lain. Perpu pada dasarnya adalah kewenangan presiden secara subjektif.

Dalam UUD 1945 pasal 22 Ayat (1) disebutkan: “dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa presiden dapat menetapkan perpu”.

Penafsiran tentang kegentingan yang memaksa pun berdasarkan pendapat subjektif presiden.

Kewenangan subjektif yang diberikan kepada presiden untuk menilai keadaan negara atau ihwal terkait negara yang menyebabkan suatu undang-undang tidak dapat dibentuk segera, sedangkan kebutuhan akan pengaturan materiil mengenai hal yang perlu diatur sudah sangat mendesak.

Secara objektif, menurut Mahkamah Konstitusi terdapat tiga ukuran objektif bagi penerbitan Perpu. Dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 MK menyebutkan tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi presiden untuk menetapkan Perpu, yaitu:

Pertama, adanya keadaan kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com