JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak nota keberatan atau eksepsi mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dan mantan Dewan Pembina ACT Hariyana Hermain.
Keduanya merupakan terdakwa kasus penggelapan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.
"Mengadili, menolak keberatan, atau eksepsi penasihat hukum terdakwa tersebut," ucap Ketua Majelis Hakim Heriyadi saat membacakan putusan sela dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Majelis hakim berpendapat, eksepsi yang disampaikan penasihat hukum kedua terdakwa telah dengan jelas disampaikan di dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Baca juga: Hari Ini, Hakim Bacakan Putusan Sela untuk 2 Petinggi ACT Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain
Sementara itu, keberatan lainnya terkait dakwaan JPU telah masuk dalam materi pokok, dan akan dibuktikan dalam persidangan.
Dengan putusan ini, Majelis Hakim memerintahkan jaksa untuk melanjutkan pembuktian terkait perkara yang menjerat dua petinggi ACT itu pada sidang yang akan digelar pada Selasa (6/12/2022).
Kedua terdakwa itu sebelumnya telah mengajukan eksepsi atas dakwaan yang telah dibacakan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
Kemudian, jaksa juga telah menanggapi eksepsi yang diajukan para penasihat hukum masing-masing terdakwa.
Dalam eksepsinya, penasihat hukum Ibnu dan Hariyana berpandangan bahwa surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa penuntut umum tidak cermat.
Dengan ketidakcermatan tersebut, penasihat hukum kedua terdakwa itu meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
"Melepaskan terdakwa dari tahanan," kata ketua tim penasihat hukum kedua terdakwa, Wildad Thalib, dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
Baca juga: Bacakan Eksepsi, Dua Petinggi ACT Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain Minta Dibebaskan
Wildad menjelaskan, dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Ibnu Khajar tak cermat lantaran tidak menguraikan apa peran terdakwa dengan jelas dalam tindak pidana yang didakwakan.
Menurut penasihat hukum, jaksa sama sekali tidak menguraikan bahkan tidak menyebutkan siapa pelaku lain yang melakukan 'penyertaan' dalam melakukan tindak pidana.
"Apabila terdakwa bersama-sama dengan Hariyana dan Ahyudin diposisikan sebagai 'yang melakukan', maka penuntut umum tidak menjelaskan siapa yang melakukan," ujar Wildad.
"Apabila terdakwa diposisikan sebagai pihak yang 'turut serta melakukan', maka penuntut umum tidak menjelaskan siapa pelaku utama dalam tindak pidana tersebut," katanya lagi.
Baca juga: Dari Rp 2 Miliar, ACT Hanya Pakai Rp 900 Juta untuk Bangun Sekolah, Saksi Sebut Ada Penyelewengan