Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atas Nama Demokrasi, Jokowi Bolehkan Wacana Presiden 3 Periode Bergulir

Kompas.com - 28/08/2022, 13:51 WIB
Vitorio Mantalean,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

"Tiga kali!!!!" seru mereka.

"Jokowi! Jokowi! Jokowi!" mereka bersorak sambil bertepuk tangan.

Ia kemudian mengundang salah satu orang dari kelompok pendukungnya di sana untuk maju menghampirinya.

Baca juga: Survei INSIS: Mayoritas Publik Jabar Tolak Wacana Presiden 3 Periode dan Penundaan Pemilu

Seorang perempuan mengaku bernama Jeni asal Kota Bandung kemudian dipilih menghadap. Jokowi kemudian bertanya, siapa sosok yang akan didukung oleh Jeni untuk maju capres 2024.

"Pak Jokowi, Pak Jokowi lagi," jawabnya.

"Wong sudah diberi tahu, konstitusinya enggak boleh," sahut Jokowi.

"Rakyat mengharapkan Bapak," jawab Jeni lagi.

Jokowi lalu menghadiahinya jaket G20 yang menurutnya tidak dapat dipakai sembarang orang.

Baca juga: Amien Rais yang Lagi-lagi Sentil Jokowi soal Wacana Presiden 3 Periode...

Demokrasi diperalat untuk otoritarianisme

Sosiolog Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet mengkritik wacana supaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat 3 periode yang terus digaungkan, menilainya sebagai gejala ke arah otoritarianisme menggunakan topeng demokrasi.

"Mobilisasi dukungan 3 periode bukan gejala demokrasi tapi gejala ke arah otoritarianisme," kata Robet kepada Kompas.com, Kamis (31/3/2022).

"Dia diinisiasi oleh elit dengan menginterupsi proses di mana demokrasi dan tradisi sirkulasi elit sedang berjalan baik," ujar Robet.

Baca juga: Saat Luhut Bantah Pernah Usulkan Penundaan Pemilu hingga Masa Jabatan Presiden 3 Periode...

Robet yang juga seorang aktivis hak asasi manusia mengatakan, gerakan yang mendukung supaya Jokowi menjabat 3 periode mirip dengan yang terjadi di masa Orde Baru.

Di masa Orde Baru, kelompok fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Golkar, serta sejumlah menteri yang pro pemerintah kerap mengklaim Soeharto masih didukung oleh rakyat untuk terus berkuasa.

Selain itu, para menteri di masa Orde Baru terus melontarkan wacana pemerintahan Soeharto berhasil dalam melakukan pembangunan, sehingga layak untuk dipertahankan untuk terus menjadi presiden.

Saat itu di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak tercantum pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden seperti saat ini.

Baca juga: Menyelisik Klaim Luhut yang Bilang Tak Pernah Wacanakan Penundaan Pemilu dan Presiden 3 Periode

Pembatasan masa jabatan kekuasaan merupakan amanat reformasi yang vital guna mencegah timbulnya kembali otoritarianisme di mana penguasa dapat bercokol begitu lama.

"Mobilisasi politik semacam ini mengulang praktik kebulatan tekad Orde Baru yang digunakan untuk memberikan justifikasi Suharto memperpanjang kekuasaan," ujar Robet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com