Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Suap Rektor Unila, Ini 3 Faktor Pemicu Sikap Korup di Kampus

Kompas.com - 23/08/2022, 11:05 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani menjadi tersangka kasus dugaan suap program penerimaan mahasiswa baru (PMB) tahun 2022 jalur mandiri

Karomani diduga menerima suap hingga lebih dari Rp 5 miliar karena meluluskan calon mahasiswa baru yang mengikuti Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, Karomani memasang tarif Rp 100 juta hingga Rp 350 juta untuk meluluskan calon mahasiswa yang mendaftar melalui jalur mandiri.

Baca juga: Kasus Rektor Unila, Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Dinilai Jadi Celah Korupsi Terbesar

Selain Karomani, dua orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka penerima suap yakni Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri.

KPK juga menetapkan satu orang dari pihak keluarga calon mahasiswa yang diluluskan bernama Andi Desfiandi sebagai tersangka pemberi suap.

Pengusutan kasus suap terhadap jajaran Rektorat Unila hingga kini terus dilanjutkan. KPK menyatakan, kasus ini masih bisa terus berkembang.

Faktor pemicu

Melihat ini, pengamat pendidikan Darmaningtyas berpandangan, setidaknya ada 3 faktor yang memunculkan sikap korup di lingkungan kampus.

Pertama, proses pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri (PTN) yang tidak jauh berbeda dengan pemilihan pejabat negara. Rektor dipilih tidak hanya mempertimbangkan akademik, tapi juga politik.

Baca juga: Rektor Unila Terima Suap Ditangkap KPK, Ini Kisaran Gaji Rektor PNS

Seperti halnya pemilihan calon presiden dan wakil presiden, persaingan pemilihan dekan dan rektor diwarnai dinamika saling sikut antarcalon dan saling menjatuhkan.

Bahkan, persaingan juga menyangkut lobi-lobi ke penentu suara, dalam hal ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Biaya lobi itu gratis seandainya kandidat punya koneksi dengan menteri. Jika tidak, lobi terpaksa dilakukan melalui jalur lain seperti partai politik dan butuh biaya besar.

"Misalkan dia terpilih jadi rektor di PTN, dari mana harus mengembalikan uang lobi tersebut?" kata Darmaningtyas kepada Kompas.com, Senin (22/8/2022).

Faktor lainnya, lanjut Darmaningtyas, kursi rektor yang dipandang sebagai jabatan politis sekaligus prestisius membawa konsekuensi ekonomi dan sosial tinggi.

Demi menjaga gengsi, rektor biasanya memberikan sumbangan besar di atas rata-rata ke dosen atau relasi yang menyelenggarakan suatu acara.

Padahal, gaji rektor sangat terbatas. Namun, di saat bersamaan harus memenuhi kebutuhan untuk membangun relasi.

"Terpaksa lah harus tilep sana tilep sini. Maka, kalau tidak menghendaki rektor di PTN itu korup ya jangan pernah turut menambah beban ekonomi pada mereka," kata dia.

Baca juga: KPK Sebut Kasus Suap Rektor Unila Masih Bisa Terus Berkembang

Ketiga, keberadaan program penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur mandiri. Menurut Darmaningtyas, program tersebut merupakan celah korupsi terbesar di lingkungan PTN.

Pasalnya, PMB jalur mandiri sejak awal dirancang sebagai media penerimaan mahasiswa baru berdasarkan kemampuan membayar calon mahasiswa.

Semakin tinggi kemauan calon mahasiswa membayar, semakin tinggi pula kemungkinan untuk diterima di PTN tersebut.

"Itu lah sumber korupsi yang paling mudah dimainkan oleh para pimpinan di PTN," ujarnya.

Saat ini, setiap PTN memiliki program PMB jalur mandiri. Program ini diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan.

Darmaningtyas mengaku, dirinya sejak awal mendorong penghapusan pasal tentang PMB jalur mandiri di UU Pendidikan. Namun hingga kini aturan itu masih dipertahankan.

"Selama PMB melalui jalur mandiri itu masih dipertahankan, maka selama itu pula celah untuk melakukan korupsi di dunia pendidikan tinggi terutama saat PMB amat besar," ujarnya.

Baca juga: OTT Rektor Unila Berawal dari Laporan Adanya Siswa Bernilai Jelek Lolos Seleksi Mandiri

Runtuhnya kredibilitas

Menurut Darmaningtyas, ditetapkannya jajaran Rektorat Unila sebagai tersangka suap merupakan peristiwa yang amat memalukan. Ini sekaligus meruntuhkan kredibilitas universitas sebagai penjaga kebenaran.

Selama ini, ketika perpolitikan nasional dipenuhi dinamika dan gejolak, banyak pihak menengok ke kampus karena dianggap sebagai imun dari tindak korupsi dan manipulasi.

Namun, peristiwa penangkapan sejumlah pejabat rektorat di Unila memperlihatkan bahwa kampus bukan lagi lembaga yang kebal dari tindakan korup.

"Tidak jauh berbeda dengan lembaga politik yang korup, hanya tampilannya saja yang agak lebih halus karena dibungkus dengan jargon akademik," kata dia.

Baca juga: KPK: Mahasiswa Penyuap Rektor Unila Masuk dengan Ilegal, Harus Mendapat Sanksi

Darmaningtyas menyebut, korupsi di perguruan tinggi tidak hanya berdampak pada keluarga koruptor saja, tapi juga kredibilitas institusi itu sendiri.

Dia mengatakan, korupsi di kampus otomatis meruntuhkan kredibilitas universitas sebagai penjaga kebenaran.

"Kalau universitas yang seharusnya menjaga kebenaran tapi justru terlihat tindak korupsi, lalu ke mana lagi masyarakat harus berpaling untuk mencari kebenaran?" tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com