JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai, program penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur mandiri merupakan celah korupsi terbesar di lingkungan perguruan tinggi negeri (PTN).
Pasalnya, jalur tersebut sejak awal dirancang sebagai media penerimaan mahasiswa baru berdasarkan kemampuan membayar calon mahasiswa.
Semakin tinggi kemauan calon mahasiswa membayar, semakin tinggi pula kemungkinan untuk diterima di PTN tersebut.
"Itu lah sumber korupsi yang paling mudah dimainkan oleh para pimpinan di PTN," kata Darmaningtyas kepada Kompas.com, Senin (22/8/2022).
Baca juga: Rektor Unila Karomani Dicopot, Diganti Plt dari Kemendikbud Ristek
Saat ini, setiap PTN memiliki program PMB jalur mandiri. Program ini diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan.
Darmaningtyas mengaku dirinya sejak awal mendorong penghapusan pasal tentang PMB jalur mandiri di UU Pendidikan, namun hingga kini aturan itu masih dipertahankan.
"Selama PMB melalui jalur mandiri itu masih dipertahankan, maka selama itu pula celah untuk melakukan korupsi di dunia pendidikan tinggi terutama saat PMB amat besar," ujarnya
Selain program PMB jalur mandiri, menurut Darmaningtyas, ada dua faktor lain yang memicu sikap korup di lingkungan kampus.
Pertama, proses pemilihan rektor di PTN yang tidak jauh berbeda dengan pemilihan pejabat negara. Rektor dipilih tidak semata mempertimbangkan akademik, tapi juga politik.
Seperti halnya pemilihan calon presiden dan wakil presiden, persaingan pemilihan dekan dan rektor diwarnai dinamika saling sikut antarcalon, saling menjatuhkan, dan lobi-lobi ke penentu suara, dalam hal ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Baca juga: Rektor Unila Libatkan Wakil Rektor hingga Ketua Senat untuk Terima Suap Seleksi Mahasiswa Baru
Biaya lobi itu gratis seandainya kandidat punya koneksi dengan menteri. Jika tidak, lobi terpaksa dilakukan melalui jalur lain seperti partai politik dan butuh biaya besar.
"Misalkan dia terpilih jadi rektor di PTN, dari mana harus mengembalikan uang lobi tersebut?" ujar Darmaningtyas.
Faktor lainnya, lanjut Darmaningtyas, kursi rektor merupakan jabatan politis sekaligus prestisius. Ini membawa konsekuensi ekonomi dan sosial tinggi.
Demi menjaga gengsi, rektor biasanya memberikan sumbangan besar di atas rata-rata ke dosen atau relasi yang menyelenggarakan suatu acara.
Padahal, gaji rektor sangat terbatas. Namun, di saat bersamaan harus memenuhi kebutuhan untuk membangun relasi.
"Terpaksa lah harus tilep sana tilep sini. Maka, kalau tidak menghendaki rektor di PTN itu korup, ya jangan pernah turut menambah beban ekonomi pada mereka," kata dia.
Baca juga: Kekayaan Rektor Unila Karomani yang Terjaring OTT KPK Mencapai Rp 3,1 Miliar
Darmaningtyas menambahkan, tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap rektor dan sejumlah pejabat rektorat di Universitas Lampung merupakan peristiwa yang amat memalukan sekaligus meruntuhkan kredibilitas universitas sebagai penjaga kebenaran.
Selama ini, ketika perpolitikan nasional dipenuhi dinamika dan gejolak, banyak pihak menengok ke kampus karena dianggap sebagai imun dari tindak korupsi dan manipulasi.
Namun, peristiwa penangkapan sejumlah pejabat rektorat di Unila memperlihatkan bahwa kampus bukan lembaga yang kebal dari tindakan korup.
"Tidak jauh berbeda dengan lembaga politik yang korup, hanya tampilannya saja yang agak lebih halus karena dibungkus dengan jargon akademik," kata dia.
Baca juga: Rektor Unila Pasang Tarif Rp 100-350 Juta untuk Luluskan Calon Mahasiswa Baru Jalur Mandiri
Sebelumnya diberitakan, Rektor Unila, Karomani, terjaring OTT KPK pada Sabtu (19/8/2022). Pada Minggu (20/8/2022), dia resmi ditetapkan sebagai tersangka suap penerimaan mahasiswa baru.
Selain Karmoni, KPK juga menetapkan Wakil Rektor Bidang Akademik Unila Heryandi dan Ketua Senat Unila M Basri sebagai tersangka.
Selain itu, ada tersangka lainnya berinisial AD yang merupakan pihak swasta dalam kasus ini.
"Terkait dugaan korupsi suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di universitas tersebut," kata Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (21/8/2022) pagi.
Dari hasil penyelidikan sementara, para tersangka diduga menerima suap sebesar Rp 5 miliar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.