JAKARTA, KOMPAS.com - Napak tilas peristiwa saat Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menangis sebelum menerbitkan dekrit dan dilengserkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi berita terpopuler pada Minggu (24/7/2022).
Berita populer lainnya adalah terkait pernyataan BNPT yang menyelidiki dugaan aliran dana Aksi Cepat Tanggap ke Turki dan India.
1. Air Mata Gus Dur Mengalir sebelum Terbitkan Dekrit
Jelang beberapa jam sebelum Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid resmi menerbitkan dekrit presiden pada 23 Juli 2022, pria yang akrab disapa Gus Dur itu menangis di hadapan sejumlah ulama.
Ia menangis mengadakan pertemuan dengan sejumlah ulama di Istana Negara pada Minggu (22/7/2001) sekitar pukul 23.00 WIB malam.
Dilansir dari pemberitaan di arsip Kompas bertajuk "Sebelum Jatuhkan Dekrit, Abdurrahman Wahid Menangis" tanggal 1 Agustus 2001, pertemuan itu digelar untuk menyampaikan hasil kajian atau taushiyah para ulama terkait kondisi politik saat itu.
Baca juga: Mengenal Akar Semangat Gus Dur Membela Kaum Minoritas
Dalam pertemuan juga hadir berbagai komponen masyarakat, ada Rachmawati Soekarnoputri, Hermawan Sulistyo, Hariadi Darmawan, dan sejumlah aktivis.
Saat pertemuan, Gus Dur sempat menangis setelah KH Mas Subadar (Pasuruan) membacakan taushiyah.
"Gus Dur sesunggukan dan berkali-kali tangan kirinya menghapus air mata," cerita salah seorang ulama.
Abdurrahman Wahid saat itu juga meminta maaf kepada para ulama. Permintaan maaf itu disampaikannya karena merasa tidak banyak berterus terang mengenai situasi politik.
Bapak Pluralisme Indonesia itu menyatakan bahwa saat itu dirinya berusaha agar para ulama tidak terlalu repot atau terbebani memikirkan urusan politik.
Baca juga: Alasan Gus Dur Dijuluki ‘Bapak Tionghoa Indonesia’
"Menurut Gus Dur, ulama tidak boleh terlalu larut dalam politik," kata sumber Kompas.
Adapun isi taushiyah para ulama yakni menolak Sidang Istimewa (SI) MPR untuk digelar karena menganggap prosesnya sejak awal dinilai ilegal.
KH Fawaid As'ad selaku pengasuh Pesantren Asembagus, Situbondo, yang juga berada di lokasi menyebutkan bahwa Abdurrahman Wahid belum terbukti melanggar dalam kasus Brunei dan Bulog seperti dituduhkan Pansus Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu.
"Apa yang menjadi dasar SI MPR. Ini kan dholim namanya, kalau hanya menuduh orang tanpa bisa membuktikan," ujar KH Fawaid As'ad.