Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Demokrat Cari Kawan buat Pilpres 2024...

Kompas.com - 07/07/2022, 06:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

"Karena kewenangan untuk memutuskan koalisi ada di Majelis Tinggi Partai (MTP), di mana Ketum AHY secara ex officio dalam jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat juga adalah Wakil Ketua MTP," terang Herzaky.

Herzaky menambahkan, Demokrat akan mengusung capres dan cawapres yang berpeluang paling besar menang atau dipilih oleh rakyat.

Memang, kata dia, di internal Demokrat nama AHY banyak didorong untuk maju capres. Namun, kelak, Demokrat bakal menyesuaikan kesepakatan di koalisi.

"Kami tidak mensyaratkan harus ketum ataupun kader kami," kata dia.

Harga tinggi

Melihat ini, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai, mahalnya "harga" yang ditawarkan Partai Demokrat untuk kerja sama di Pemilu 2024 mungkin jadi alasan partai besutan SBY itu tak kunjung mendapat rekan koalisi.

Harga mati Demokrat mengusung AHY sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) membuat partai-partai lain berpikir dua kali untuk bekerja sama.

"Sulitnya Demokrat mencari 'pacar' koalisi tidak terlepas dari mahalnya harga 'banderol' politik yang ditawarkan," kata Ari kepada Kompas.com, Rabu (6/7/2022).

"Selain selalu mematok target AHY harus jadi 'pengantin' politik, tawaran yang diajukan Demokrat tidak membuat partai-partai lain bergeming," tuturnya.

Ari menilai, elektabilitas AHY tak seberapa dan belum cukup kuat untuk berlaga di pemilu presiden mendatang.

Untuk dilirik menjadi cawapres saja, AHY harus berjuang dan berkompromi dengan minat pasar politik yang lebih menginginkan pemimpin yang punya rekam jejak di eksekutif.

Sementara, AHY belum pernah punya jabatan di pemerintahan. Hingga kini, daya tawarnya sebatas pengalaman karier militer dan ketua umum Partai Demokrat.

"Andai Demokrat bisa lebih luwes, saya yakin Demokrat tidak akan berpotensi 'jomblo'," ucap Ari.

Baca juga: Harga Mati Usung AHY Dinilai Jadi Penyebab Demokrat Ditolak Golkar hingga PDI-P untuk Koalisi

Elektabilitas Demokrat yang menurut survei sejumlah lembaga berada di 5 besar, bahkan 3 besar, nyatanya juga tak membuat partai lain tertarik bekerja sama.

"Elektabilitas hanyalah prediksi dan gambaran yang tidak bisa dijadikan ukuran pasti terjadi di lapangan," kata Ari.

Dengan situasi politik saat ini di mana koalisi dan kerja sama antarpartai sudah mulai terbangun, lanjut Ari, ruang gerak Demokrat semakin sempit.

Dia berpendapat, Demokrat harusnya lebih dulu mengamankan peluang untuk bergabung di koalisi yang ada alih-alih bersikukuh mengusung AHY.

Demokrat juga bisa mencontoh strategi Nasdem yang menawarkan figur-figur populer di pasar politik seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Situasi yang tercipta sekarang ini membuat Demokrat maju tidak kena, mundur pun tidak kena," kata Ari.

"Yang harus dilakukan Demokrat sebaiknya obral tawaran dengan tidak memaksakan AHY harus menjadi nomor satu atau nomor dua," lanjut dosen Universitas Indonesia itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com