Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNPT: ACT Belum Masuk Daftar Terduga Terorisme, Hasil Temuan PPATK Didalami

Kompas.com - 05/07/2022, 21:17 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan, hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dugaan penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk kegiatan terlarang merupakan data intelijen yang masih memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut.

Menurut BNPT, saat ini ACT belum masuk dalam daftar terduga terorisme atau organisasi Terorisme (DTTOT).

“Belum masuk dalam daftar terduga terorisme sehingga membutukan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis, Selasa (5/7/2022).

Baca juga: ACT Sebut Benahi Manajemen Sebelum Laporan Dugaan Penyimpangan Terbit

Ia menegaskan, BNPT dan Densus 88 bekerja dengan mendasarkan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Nurwakhid menambahkan, jika aktivitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri.

“Jikalau tidak, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya,” tutur dia.

BNPT pun menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk untuk menyalurkan donasi, infak dan sedekah kepada lembaga yang resmi dan kredibel yang telah direkomendiasikan oleh pemerintah.

Baca juga: Petinggi ACT Pernah Dilaporkan ke Bareskrim soal Dugaan Penipuan Akta Autentik

Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat berhati-hati melakukan penggalangan dana kemanusiaan untuk luar negeri. Sebaiknya, kata dia, warga menyalurkan pada lembaga resmi atau melalui Kementerian Luar Negeri.

“Agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pendanaan terorisme,” tambah dia.

Adapun temuan PPATK menemukan indikasi penyelewengan dana ACT digunakan untuk aktivitas terlarang dan kepentingan pribadi.

Temuan ini kemudian disampaikan ke Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan BNPT.

Terkait dugaaan penyelewengan dana ACT ini awalnya ramai usai majalah Tempo menerbitkan laporan jurnalistiknya terkait adanya dugaan tersebut. Hal ini kemudian menjadi pembicaraan di warganet di jagat media sosial sejak Senin (4/7/2022).

Baca juga: Densus 88 Dalami Dugaan Penyelewengan Dana ACT yang Diindikasikan ke Aktivitas Terlarang

Dalam laporan itu disebutkan para petinggi ACT khususnya Mantan Presiden ACT Ahyudin bermewah-mewahan dengan uang hasil sumbangan masyarakat.

Di laporan juga disebutkan potensi pelanggaran Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan yang dilakukan oleh para petinggi ACT.

Pihak manajemen ACT pun secara terpisah menyampaikan permintaan maaf yang ditujukan kepada seluruh warga dan para donatur. Ibnu Khajar selaku petinggi di ACT bicara panjang lebar terkait laporan yang dipublikasikan Tempo. Dia tak secara tegas membantah tetapi juga tidak membenarkan.

Kata Ibnu, laporan tersebut sebagian berisi kebenaran sebagian berisi isu yang dia sendiri tidak tahu bersumber dari mana. Namun, ia tidak membantah terkait gaji ratusan juta rupiah yang pernah didapat petinggi ACT beserta mobil mewah untuk fasilitas operasional.

Baca juga: Gaji Presiden ACT Sempat Rp 250 Juta, tapi Diturunkan karena Donasi Berkurang

Pada intinya, Ibnu menyebut laporan tingkah polah para petinggi ACT yang hidup mewah dengan uang donasi itu sudah mengalami perbaikan atau evaluasi sejak dia menjabat sebagai pimpinan tertinggi.

Selain itu, Ibnu juga memastikan laporan keuangan lembaga filantropi yang dia pimpin sudah menjalani audit dan mendapat opini tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

"ACT juga memiliki predikat WTP, termasuk dalam opini tata kelola keuangan terbaik yang diberikan oleh auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) dari Kementerian Keuangan," kata dia dalam konferensi pers kepada wartawan, Senin (4/7/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com