Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/07/2022, 20:54 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Albert Aries mengungkapkan alasan pemerintah masih mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam draft RKUHP.

Ia menyampaikan, tim perumus RKUHP memandang presiden adalah jabatan yang harus dilindungi martabatnya.

“Memang benar dalam undang-undang secara formil simbol negara itu Garuda Pancasila,” tutur Albert dalam program YouTube Gaspol Kompas.com, Selasa (5/7/2022).

“Tapi maksud tim perumus, simbol itu dalam konteks presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, sebagai kepala diplomat, sebagai kepala tentara atau militer,” papar dia.

Baca juga: BEM UI Khawatir RKUHP Mengkriminalisasi Aksi Unjuk Rasa

Maka, lanjut Albert, empat hal itu yang membuat jabatan presiden berbeda dengan warga biasa.

Albert menuturkan, presiden dipandang sebagai the first among equal atau pihak pertama di antara pihak lain yang sederajat.

“Jadi memang tujuan dari dilindunginya harkat martabat presiden karena presiden itu sendiri sebagai orang yang secara demokratis sudah terpilih,” katanya.

Ia mencontohkan dalam KUHP yang berlaku saat ini pun ada perlakuan khusus untuk presiden.

“Dalam Pasal 217 KUHP ada bentuk khusus dari penganiayaan berupa penyerahan diri pada presiden yang membedakan dengan tindak pidana biasa,” ungkap Aries.

Lalu ada delik yang mengatur tentang penyerangan harkat dan martabat kepala negara tetangga.

“Kemudian ada juga bentuk khusus percobaan pembunuhan (pada presiden) yang kita sebut makar,” jelasnya.

Baca juga: Soal Revisi KUHP, Anggota DPR: Percayakan ke Kita, Insyaallah Lebih Banyak Manfaat daripada Mudarat

Tiga hal yang diatur dalam KUHP itu disebut Albert telah menyiratkan bahwa perlakuan negara untuk presiden dan warga negara biasa berbeda.

Diketahui dalam draft RKUHP tahun 2019 aturan tentang penghinaan presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 218.

Pasal itu menyebutkan tiap orang yang menyerang harkat dan martabat presiden atau wakil presiden terancam pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Namun pidana tak akan diberikan jika penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi APD Covid-19, Wakil Ketua MPR Tak Penuhi Panggilan KPK karena Sedang Umrah

Kasus Korupsi APD Covid-19, Wakil Ketua MPR Tak Penuhi Panggilan KPK karena Sedang Umrah

Nasional
Tunggu PDI-P untuk Gulirkan Hak Angket, PKB: Bagusnya Bareng-bareng

Tunggu PDI-P untuk Gulirkan Hak Angket, PKB: Bagusnya Bareng-bareng

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Hanan Supangkat Terkait Kasus TPPU Syahrul Yasin Limpo

KPK Cegah Pengusaha Hanan Supangkat Terkait Kasus TPPU Syahrul Yasin Limpo

Nasional
Wapres Kumpulkan Menteri Bahas Stunting, Ungkap Prevalensinya Hanya Turun 0,1 Persen

Wapres Kumpulkan Menteri Bahas Stunting, Ungkap Prevalensinya Hanya Turun 0,1 Persen

Nasional
Jokowi Panggil 2 Menterinya, PKB Tegaskan Hak Angket Pemilu Terus Bergulir

Jokowi Panggil 2 Menterinya, PKB Tegaskan Hak Angket Pemilu Terus Bergulir

Nasional
Dirut Pertamina Patra Niaga Terjun Langsung Cek Kesiapan Layanan Avtur untuk Persiapan Lebaran 2024

Dirut Pertamina Patra Niaga Terjun Langsung Cek Kesiapan Layanan Avtur untuk Persiapan Lebaran 2024

Nasional
KPU Lanjutkan Rekapitulasi Suara Nasional untuk Jabar dan Maluku Hari Ini

KPU Lanjutkan Rekapitulasi Suara Nasional untuk Jabar dan Maluku Hari Ini

Nasional
Gubernur Jakarta Dipilih Lewat Pilkada, Raih Suara 50 Persen Plus Satu Dinyatakan Menang

Gubernur Jakarta Dipilih Lewat Pilkada, Raih Suara 50 Persen Plus Satu Dinyatakan Menang

Nasional
SK Penambahan Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton Segera Dirilis

SK Penambahan Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton Segera Dirilis

Nasional
Dito Mahendra Terdaftar di Perbakin, Klaim Hobi dan Koleksi Senpi

Dito Mahendra Terdaftar di Perbakin, Klaim Hobi dan Koleksi Senpi

Nasional
Golkar Dukung Hasil Pemilu yang Akan Ditetapkan KPU

Golkar Dukung Hasil Pemilu yang Akan Ditetapkan KPU

Nasional
Jokowi Dinilai Tengah Lakukan Manajemen Risiko dengan Panggil 2 Menteri PKB

Jokowi Dinilai Tengah Lakukan Manajemen Risiko dengan Panggil 2 Menteri PKB

Nasional
TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Nasional
Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com