JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyatakan mereka sudah berbenah dan melakukan perbaikan manajemen sejak Januari 2022, terkait dugaan penyelewengan pengelolaan dana sumbangan umat.
Pernyataan itu disampaikan oleh Presiden ACT Ibnu Khajar usai majalah Tempo menerbitkan laporan utama tentang dugaan skandal keuangan di lembaga itu yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar," ujar Ibnu dalam konferensi pers di Menara 165 TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022) kemarin.
Menurut Ibnu, ACT sudah melakukan restrukturisasi dan mengganti Ketua Pembina ACT agar bisa dilakukan perombakan.
Baca juga: Berkaca Kasus ACT, PPATK Minta Masyarakat Bijak dalam Berdonasi
Restrukturisasi yang dilakukan mencakup manajemen, fasilitas, dan budaya kerja.
Ibnu mengatakan, pergantian manajemen ini merupakan titik balik momentum perbaikan organisasi dengan peningkatan kinerja dan produktifitas.
"SDM kita saat ini juga dalam kondisi terbaik, tetap fokus dalam pemenuhan amanah yang diberikan ke lembaga," kata Ibnu.
Selain itu, perombakan juga dilakukan dengan pergantian Presiden ACT yang sebelumnya dijabat Ahyudin kepada Ibnu.
Ahyudin yang merupakan pendiri yayasan ACT sejak 2005 dilaporkan terlibat konflik internal dan memutuskan hengkang. Kini dia mendirikan lembaga baru yang bernama Global Moeslim Charity.
"Semua permasalahan yang sebelumnya terjadi pada tubuh lembaga telah diselesaikan sejak Januari 2022 lalu, dan saat ini kami telah berbenah untuk mengoptimalkan penyaluran kedermawanan ke para penerima manfaat," ucap Ibnu.
Baca juga: Kemensos Tegaskan Bisa Cabut Izin ACT bila Terbukti Melakukan Penyimpangan
Menurut laporan majalah Tempo, ACT diduga tidak cermat dalam mengelola dana sumbangan yang dihimpun dari masyarakat dan diduga sebagian dinikmati oleh para petingginya.
Dalam laporan itu, sang mantan Presiden ACT Ahyudin ditengarai mendapat gaji hingga Rp 250 juta dalam satu bulan dari hasil mengelola sumbangan. Selain itu, dia mendapatkan sejumlah fasilitas penunjang berupa mobil mewah seperti Toyota Alphard.
Selain itu, diduga para petinggi ACT melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Ibnu berujar, dirinya selaku pengganti presiden ACT sebelumnya mendapat gaji yang tidak sebesar yang diberitakan. Dia menyebutkan gaji yang diterima tidak lebih dari Rp 100 juta.
Baca juga: Dalih Bukan Lembaga Amal, ACT Akui Potong 13,7 Persen Donasi untuk Operasional
Menurut dia, jumlah tersebut cukup untuk pemimpin lembaga dengan karyawan mencapai 1.128 orang.
Selain itu, masalah fasilitas mewah seperti mobil operasional Alphard untuk para petinggi ACT juga sempat dibenarkan oleh Ibnu, sebelum akhirnya mengaku mobil itu dijual untuk keperluan program yang tersendat akibat kekurangan uang.
(Penulis : Singgih Wiryono | Editor : Diamanty Meiliana)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.