Senada dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Danang pun mengamini reshuffle ini tidak berkaitan dengan upaya perbaikan kinerja kabinet. Sosok-sosok baru di kabinet menurut dia tidak punya kompetensi yang memadai untuk posisinya, bahkan tidak lebih baik dari yang diganti.
"Semoga memang ada persoalan lain yang belum diungkap Jokowi. Tap sejauh ini, dasar sesusungguhnya dari reshuffle kali ini masih tanda tanya," ujar Danang.
Bahkan penggeseran Sofyan Djalil pun terlihat semata mengurangi alokasi faksi Jusuf Kalla di Partai Golkar di pemerintahan. Yang itu pun, kata Danang, Jusuf Kalla tak lagi sekuat dulu pengaruhnya di parlemen.
"Menurut saya, ini indikasi koalisi tidak solid, dengan soliditas itu diperlukan untuk penyelesaian program berat termasuk Ibu Kota Nusantara yang (Jokowi) mungkin tidak yakin akan diteruskan juga oleh penerusnya," tutur Danang.
Baca juga: IKN Nusantara, Ibu Kota di Klaster Kota Jangkauan Sempit
Dengan pemikiran itu, program-program kerja Jokowi akan dikebut dalam waktu kurang dari dua tahun sisa masa jabatannya sekarang.
"Ekonomi pasti akan terdampak. Program-program ini akan mengorbankan alokasi lain. Untuk candi terakhir Jokowi, ibaratnya," kata Danang.
Pada saat yang sama, kekhawatiran soal tidak akan diteruskannya program-program berat yang telah dicanangkan dan dimulai oleh Jokowi di periode pemerintahan berikutnya tak terlepas dari fakta belum ada juga kandidat kontestan Pemilu 2024 yang menonjol.
"Semua kandidat yang sudah muncul namanya baru di kisaran (dukungan) 20-an persen. Belum ada yang dominan," sebut Danang.
Dalam situasi pencalonan yang masih serba cair ini, lanjut Danang, siapa pun butuh isu populis untuk menggaet dukungan. Di sinilah, kata dia, geliat masyarakat sipil harus maksimal, terutama terkait isu hak asasi manusia, korupsi, dan hak rakyat.
Baca juga: The Fed Agresif Naikkan Suku Bunga Acuan, Respons Pasar, dan Dampaknya bagi Indonesia
Terlebih lagi, imbuh Danang, calon-calon yang namanya sudah muncul ke permukaan pun pada akhirnya mau tidak mau harus menggandeng masyarakat sipil untuk mendongkrak popularitas yang masih jauh dari sinyal terang menuju optimisme kemenangan.
"Jadi, reshuffle ini sekali lagi hanya bagi-bagi kursi, garansi bagi Jokowi sampai 2024. Tidak ada garansi siapa pun setelah 2024," tegas Danang.
Reshuffle pada 15 Juni 2022 sama sekali tidak mengubah struktur politik yang mampat, tidak pula mengubah situasi terkait persoalan-persoalan mendasar bangsa dan negara.
"Bahkan, ini seperti akomodasi lebih besar ke Muhammadiyah (terkait garansi politik praktis). Selepas 2024 tetap tidak pasti," ujar Danang.
Pada hari-hari ini, ajak Danang, masyarakat sipil dan media massa harus bangkit lebih bersemangat lagi untuk mengkritisi persoalan-persoalan penting dan mendasar bangsa dan negara.
Baca juga: Presidensi G20 Indonesia dan Indeks Persepsi Korupsi dalam 7 Klaster
Menurut Danang, siapa pun kontestan politik untuk Pemilu 2024 juga tak bisa mengabaikan masyarakat sipil dan media massa. Mereka tak akan mampu menuju kemenangan semata mengandalkan basis tradisional. Bahkan, media sosial pun tak akan cukup karena sudah terlalu hiruk pikuk.
"Di dalam situasi seperti ini, gagasan segar dari masyarakat sipil dan media massa benar-benar dibutuhkan," tegas Danang.
Dari reshuffle yang patut diduga adalah strategi yang menjadi garansi Jokowi menuju purna bhakti, selalu ada pekerjaan rumah bangsa yang lebih besar dan mendasar bagi kita semua. Memastikan demokrasi tak mati sesak napas karena drop saturasi, barulah salah satunya.
Baca juga: Kasus Wali Kota Bekasi: Sekali Lagi, Korupsi dan Jual Beli Jabatan!
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.