Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Reshuffle Kabinet 15 Juni 2022: Saturasi Demokrasi Indonesia Makin Turun

Kompas.com - 16/06/2022, 11:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo merombak lagi kabinetnya, Rabu (15/6/2022). Pergantian personel kabinet ini menempatkan posisi demokrasi di Indonesia pada posisi saturasi yang makin turun. Demokrasi sesak napas.

Dengan Zulkifli Hasan yang notabene adalah Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi Menteri Perdagangan, tinggal dua partai politik di parlemen yang tidak masuk kabinet, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.

"Secara demokrasi, ini sama sekali tidak ideal," kata Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Imam, lewat perbincangan telepon, Rabu (15/6/2022).

Bagaimanapun, ujar Arif, demokrasi butuh kontrol. Partai politik di luar pemerintahan punya peran dan fungsi sebagai pengontrol itu.

Baca juga: Skor Indeks Demokrasi Indonesia Membaik, tetapi Tantangan Masih Besar

Dengan hanya dua dari 14 partai politik pemilik kursi di DPR yang tidak masuk kabinet, Arif melihat kekuatan kontrol atas kebijakan yang punya potensi merugikan publik pun saat ini lemah.

"Tinggal kepada kekuatan masyarakat sipil kita bisa berharap untuk bisa menyuarakan aspirasi dan mengkritik kebijakan pemerintah yang berpotensi merugikan publik," imbuh Arif. 

Itu pun, Arif tidak menampik bahwa banyak tokoh yang sebelumnya dikenal ada di barisan civil society yang merapat ke pemerintahan selama rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"Ada penurunan kekuatan sipil dalam melakukan koreksi. Tapi saya masih optimistis karena masih ada organisasi seperti NU dan Muhammadiyah yang akan tetap menjalankan fungsi kontrol itu," ungkap Arif. 

Saturasi demokrasi makin turun

Presiden Joko Widodo pada Rabu (15/6/2022) merombak personel Kabinet Indonesia Maju. Dua menteri berganti, tiga slot wakil menteri diisi. Salah satu menteri baru di jajaran kabinet adalah Zulkifli Hasan dari PAN yang menggantikan Mohammad Luthfi.

Baca juga: Susunan Kabinet Indonesia Maju Terbaru Pasca-reshuffle Juni 2022

Satu menteri baru lagi adalah Hadi Tjahjanto. Mantan Panglima TNI ini menggantikan Sofjan Djalil di posisi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Arif melihat, postur baru kabinet ini lagi-lagi masih sekadar akomodasi politik meski berdalih demi peningkatan kinerja. 

Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan selamat kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022). Presiden Joko Widodo melantik Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Wamen ATR Raja Juli Antoni, Wamendagri John Wempi Watipo dan Wamenaker Afriansyah Noor. ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan selamat kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022). Presiden Joko Widodo melantik Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Wamen ATR Raja Juli Antoni, Wamendagri John Wempi Watipo dan Wamenaker Afriansyah Noor.

Adapun pendiri dan direktur Institute Riset Indonesia (Insis) Dian Permata lebih tegas menyebut bahwa formasi baru kabinet ini masihlah kabinet bagi-bagi. 

"Reshuffle ini merupakan upaya konsolidasi Jokowi menjelang akhir masa jabatan, sekaligus menegaskan bahwa balance of power di masa Jokowi memang tidak terjaga," ungkap Dian dalam percakapan melalui telepon, Rabu malam.

Baca juga: Kemenangan Marcos Jr di Filipina: Alarm bagi Demokrasi Indonesia

Pada saat yang sama, kata Dian, partai politik yang ada di Indonesia saat ini ternyata tak punya cukup daya tahan untuk berada di luar pemerintahan alias menjadi oposisi. 

Demokrasi pada hari ini, menurut Dian hanya sedikit tertolong oleh mulai redanya pandemi Covid-19. 

"Mengapa? Karena insentif dalam rupa aneka bantuan selama pandemi itu juga berdampak buruk pada kualitas demokrasi dalam kaca mata praktik populisme," kata Dian.

Bagi Dian, perombakan kabinet pada 15 Juni 2022 hanya sarana tebar harapan bagi lebih banyak partai politik dan elite-nya. Tujuannya, sebut dia, adalah menyiapkan legacy Jokowi. 

"Legacy-nya, tidak diutak-atik setelah lengser oleh partai-partai yang mendapat jatah kursi kabinet. Kue dibagi ke sebanyak-banyaknya orang, untuk feedback juga sesudah selesai menjabat, yang bentuknya bisa macam-macam," urai Dian.

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri (ketiga kanan), Mensesneg Pratikno (kedua kanan), Seskab Pramono Anung (ketiga kiri) dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022). Presiden Joko Widodo melantik Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Wamen ATR Raja Juli Antoni, Wamendagri John Wempi Watipo dan Wamenaker Afriansyah Noor. ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri (ketiga kanan), Mensesneg Pratikno (kedua kanan), Seskab Pramono Anung (ketiga kiri) dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022). Presiden Joko Widodo melantik Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Wamen ATR Raja Juli Antoni, Wamendagri John Wempi Watipo dan Wamenaker Afriansyah Noor.

Bentuk umpan balik pada masa depan itu, sebut Dian, bisa menjangkau pula dalam rupa tiket politik bagi anak-anak Jokowi dan keluarganya. 

"Sah-sah saja secara politik. Jangan bicara sisi etik. Namun, yang pasti saturasi demokrasi semakin turun, makin terasa menyesakkan," tegas Dian. 

Baca juga: Akrabnya Jokowi dan Megawati Saat Reshuffle Kabinet Indonesia Maju di Istana

Meski demikian, Dian berpendapat kondisi ini pun bisa menjadi serangan balik bagi Jokowi dan para pendukungnya. Reshuffle ini bisa berbalik dikapitalisasi oleh kubu di luar koalisi pemerintah.

Masyarakat sipil pun seharusnya bisa menggunakan momentum ini sebagai uji diri. Sepanjang era kekuasaan Jokowi, kata Dian, terlalu banyak personel masyarakat sipil yang terbujuk masuk ke pemerintahan. 

"Bahkan ketika ada wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan Jokowi, tidak banyak civil society yang angkat suara. Sekarang adalah titik nadir civil society," kecam Dian.

Bukan kabar baik bagi demokrasi

Sekjen Transparansi Internasional Indonesia (TII), Danang Widoyoko, spontan menyebut bahwa formasi reshuffle kabinet pada 15 Juni 2022 ini bukanlah kabar baik bagi demokrasi. 

"Bukan berita baik. Jokowi ternyata masih butuh dukungan politik yang besar, tidak cukup yang kemarin-kemarin," ucap Danang, Rabu petang. 

Baca juga: Sebelum Borobudur Ada

Menurut Danang, Jokowi ternyata masih butuh dukungan untuk mengeksekusi program-program kerjanya dalam masa bakti yang tinggal kurang dari dua tahun.

Namun, formasi baru kabinet praktis mempertontonkan semua eksekusi program itu bakal tanpa pengawasan formal di parlemen dan pemerintahan.

Danang juga melihat bahwa akuntabilitas pemerintahan Jokowi secara horizontal di antara lembaga-lembaga negara sudah jelas merosot. 

"Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) jadi ipar presiden. KPK ada di bawah presiden. Jelas, akuntabilitas horizontal telah diperlemah," tegas Danang.

Baca juga: Muncul Petisi Desak Ketua MK Mundur Usai Nikahi Adik Jokowi

Setali tiga uang, akuntabilitas vertikal juga susut. Polarisasi sebagai imbas kontestasi politik telah menggerogoti akuntabilitas vertikal antara pemerintah dan warga negaranya ini.

"(Sudah begitu), pendekatannya otoriter. Pengawasan masyarakat tidak bekerja dengan baik. Media massa juga melemah karena tantangan teknologi dan bisnis, belum menemukan model bisnis baru di tengah kemajuan teknologi," tutur Danang.

Dengan akuntabilitas horizontal dan vertikal yang melemah, Danang berpendapat tidak hanya kualitas demokrasi yang terancam makin turun. 

"Korupsi juga patut diduga bakal makin meningkat, makin berani. (Sebaliknya), pemberantasan korupsi juga malah bisa menjadi instrumen pemerintah untuk mengendalikan oposisi dan atau pemerintah daerah yang tidak sejalan dengan pemerintah," ungkap Danang.

Lebih jauh lagi, Danang khawatir peta politik terkini akan semakin memuluskan kolusi di lingkaran elite. 

Baca juga: Nasib Rakyat, Dipaksa Menonton Drama Kemalasan Partai Politik

Alam demokrasi yang sedang tidak cerah ini bagaimanapun menurut Danang harus bisa dilihat juga sebagai momentum baik bagi masyarakat sipil untuk berbenah dan berkontribusi bagi negeri.

Problem klasik masyarakat sipil sampai asat ini masih berputar pada fragmentasi dan keterbatasan ruang lingkup sumber daya. Selain itu, masyarakat sipil yang cenderung punya kekuatan di sisi pengetahuan teknis juga kerap tidak terkoneksi dengan basis massa. 

Namun, tutur Danang, terlepas dari banyak masalah klasik ini, dinamika politik tetaplah peluang untuk bisa digunakan masyarakat sipil mendorong perubahan menuju ke perbaikan.

Garansi candi terakhir Jokowi

Lebih jauh, Danang melihat ada kemungkinan Jokowi berhadapan dengan problem internal yang lalu dicarikan pereda dengan menambah sokongan dari luar. 

"Sampai merangkul PAN bahkan PBB yang tak punya kursi di parlemen, tampaknya ada kekhawatiran (di Jokowi). Koalisi makin sulit dikendalikan," ujar Danang.

Partai Bulan Bintang (PBB) yang tak punya kursi di parlemen mendapat akomodasi politik besar dari Jokowi dengan penempatan Sekjen PBB Afriansyah Noor sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan. 

Baca juga: Reshuffle Kedelapan Kabinet Jokowi, Pertunjukan Politik dan Pesan Soliditas Kabinet

Menggunakan terminologi ekonomi, perluasan koalisi ini dalam bacaan Danang adalah cara Jokowi untuk mengurangi dominasi pemegang saham lama.

"(Dengan tambahan komponen koalisi) jadi ada delusi (dari pemegang saham lama). Bisa jadi ada problem internal partai penguasa yang lalu melebar juga. Dengan koalisi makin besar, Jokowi makin punya alasan bahwa ada (anggota) koalisi lain yang harus diperhatikan juga (kepentingannya)," papar Danang. 

Senada dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Danang pun mengamini reshuffle ini tidak berkaitan dengan upaya perbaikan kinerja kabinet. Sosok-sosok baru di kabinet menurut dia tidak punya kompetensi yang memadai untuk posisinya, bahkan tidak lebih baik dari yang diganti. 

"Semoga memang ada persoalan lain yang belum diungkap Jokowi. Tap sejauh ini, dasar sesusungguhnya dari reshuffle kali ini masih tanda tanya," ujar Danang. 

Bahkan penggeseran Sofyan Djalil pun terlihat semata mengurangi alokasi faksi Jusuf Kalla di Partai Golkar di pemerintahan. Yang itu pun, kata Danang, Jusuf Kalla tak lagi sekuat dulu pengaruhnya di parlemen.

"Menurut saya, ini indikasi koalisi tidak solid, dengan soliditas itu diperlukan untuk penyelesaian program berat termasuk Ibu Kota Nusantara yang (Jokowi) mungkin tidak yakin akan diteruskan juga oleh penerusnya," tutur Danang.

Baca juga: IKN Nusantara, Ibu Kota di Klaster Kota Jangkauan Sempit

Dengan pemikiran itu, program-program kerja Jokowi akan dikebut dalam waktu kurang dari dua tahun sisa masa jabatannya sekarang. 

"Ekonomi pasti akan terdampak. Program-program ini akan mengorbankan alokasi lain. Untuk candi terakhir Jokowi, ibaratnya," kata Danang.

Pada saat yang sama, kekhawatiran soal tidak akan diteruskannya program-program berat yang telah dicanangkan dan dimulai oleh Jokowi di periode pemerintahan berikutnya tak terlepas dari fakta belum ada juga kandidat kontestan Pemilu 2024 yang menonjol. 

"Semua kandidat yang sudah muncul namanya baru di kisaran (dukungan) 20-an persen. Belum ada yang dominan," sebut Danang. 

Dalam situasi pencalonan yang masih serba cair ini, lanjut Danang, siapa pun butuh isu populis untuk menggaet dukungan. Di sinilah, kata dia, geliat masyarakat sipil harus maksimal, terutama terkait isu hak asasi manusia, korupsi, dan hak rakyat. 

Baca juga: The Fed Agresif Naikkan Suku Bunga Acuan, Respons Pasar, dan Dampaknya bagi Indonesia

Terlebih lagi, imbuh Danang, calon-calon yang namanya sudah muncul ke permukaan pun pada akhirnya mau tidak mau harus menggandeng masyarakat sipil untuk mendongkrak popularitas yang masih jauh dari sinyal terang menuju optimisme kemenangan.

"Jadi, reshuffle ini sekali lagi hanya bagi-bagi kursi, garansi bagi Jokowi sampai 2024. Tidak ada garansi siapa pun setelah 2024," tegas Danang. 

Reshuffle pada 15 Juni 2022 sama sekali tidak mengubah struktur politik yang mampat, tidak pula mengubah situasi terkait persoalan-persoalan mendasar bangsa dan negara. 

"Bahkan, ini seperti akomodasi lebih besar ke Muhammadiyah (terkait garansi politik praktis). Selepas 2024 tetap tidak pasti," ujar Danang.

Pada hari-hari ini, ajak Danang, masyarakat sipil dan media massa harus bangkit lebih bersemangat lagi untuk mengkritisi persoalan-persoalan penting dan mendasar bangsa dan negara. 

Baca juga: Presidensi G20 Indonesia dan Indeks Persepsi Korupsi dalam 7 Klaster

Menurut Danang, siapa pun kontestan politik untuk Pemilu 2024 juga tak bisa mengabaikan masyarakat sipil dan media massa. Mereka tak akan mampu menuju kemenangan semata mengandalkan basis tradisional. Bahkan, media sosial pun tak akan cukup karena sudah terlalu hiruk pikuk. 

"Di dalam situasi seperti ini, gagasan segar dari masyarakat sipil dan media massa benar-benar dibutuhkan," tegas Danang. 

Dari reshuffle yang patut diduga adalah strategi yang menjadi garansi Jokowi menuju purna bhakti, selalu ada pekerjaan rumah bangsa yang lebih besar dan mendasar bagi kita semua. Memastikan demokrasi tak mati sesak napas karena drop saturasi, barulah salah satunya.

Baca juga: Kasus Wali Kota Bekasi: Sekali Lagi, Korupsi dan Jual Beli Jabatan!

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com