Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Briptu HSB, Fenomena Gunung Es, dan Dugaan Keterlibatan Pihak Lebih Besar

Kompas.com - 12/05/2022, 11:25 WIB
Tatang Guritno,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Briptu HSB ditangkap pihak kepolisian ketika hendak melakukan perjalanan udara di Bandara Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara), Rabu (4/5/2022) pekan lalu.

Ia diduga menjadi bos tambang emas ilegal di Desa Sekatak Buji, Kabupaten Bulungan, Kaltara.

Perkaranya langsung ditangani oleh Polda Kaltara dan mendapatkan atensi dari Mabes Polri Jakarta.

Baca juga: Alasan KPK Bantu Usut Kasus Tambang Emas Ilegal Briptu HSB, agar Tak Diintervensi

Keterlibatan anggota polisi dalam bisnis ilegal bukan kali ini saja.

Kasus serupa pernah terjadi ketika seorang polisi berpangkat Iptu, yakni Labora Sitorus. Ia  menjadi terpidana kasus pembalakan liar dan penimbunan BBM di Papua tahun 2014.

Labora mempunya rekening gendut hingga Rp 1 triliun. Saat ini, ia berada di Lapas Cipinang untuk menjalani pidana penjara 15 tahun.

Terkait kasus HSB, polisi polisi telah menyita berbagai aset yang ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.

Fenomena gunung es

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, kasus HSB bagaikan fenomena gunung es.

Artinya, masih ada kasus serupa, bahkan yang lebih besar yang belum terbongkar. 

Baca juga: KPK Soroti Lemahnya Pengawasan Atasan Terkait Tambang Emas Ilegal Briptu HSB

Bahkan, ada kemungkinan aparat penegak hukum lain terlibat dalam bisnis ilegal. Menurut dia, bisnis ilegal biasanya terjadi di sektor pertambangan dan perkebunan.

Bisnis legal erat dengan konflik kepentingan karena kerap bergerak untuk mengerjakan proyek-proyek di dalam instansi aparat penegak hukum itu sendiri.

Ia juga menilai, persoalan HSB disebabkan minim dan rendahnya apresiasi serta gaji anggota Polri.

“Risiko pekerjaan polisi dan kewenangannya itu sangat tinggi, tapi tak sebanding dengan kesejahteraan mereka,” ucapnya pada Kompas.com, Rabu (10/5/2022).

Lemahnya pengawasan

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com