Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Transparan, Kecemasan Publik soal Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Bermuatan Politik Dinilai Wajar

Kompas.com - 18/04/2022, 15:36 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, wajar jika masyarakat khawatir penunjukan penjabat kepala daerah bermuatan politik.

Sebab, penjabat kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah pusat secara tertutup.

"Keraguan masyarakat bahwa pengisian penjabat kepala daerah tidak bermuatan kepentingan politik sangatlah beralasan," kata Titi kepada Kompas.com, Senin (18/4/2022).

"Apalagi model pengisian penjabat kepala daerah sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah pusat, yaitu Presiden dan Mendagri (Menteri Dalam Negeri) dengan mekanisme yang tidak terbuka serta tanpa ada keterlibatan partisipasi masyarakat dalam prosesnya," tuturnya.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Publik Nilai Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Belum Transparan

Pada tahun 2022 dan 2023, akan ada ratusan penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk mengisi 24 kursi gubernur dan 248 kursi bupati/wali kota.

Para penjabat kepala daerah itu akan menjabat sampai gubernur dan bupati/wali kota definitif terpilih melalui Pilkada 2024.

Oleh karenanya, menurut Titi, akan banyak proses politik yang krusial menuju Pilkada dan Pemilu Serentak 2024. Tak menutup kemungkinan hal itu melibatkan peran penjabat kepala daerah.

"Apalagi posisi penjabat ini akan juga berekses pada kewenangan Mendagri yang besar dalam ikut menentukan pengambilan keputusan strategis dalam tata kelola pemerintahan di daerah," ucap Titi.

Menurut Titi, sebenarnya pembuat undang-undang bisa merancang supaya jadwal pilkada dengan masa jabatan penjabat kepala daerah tidak terlalu lama.

Ini bisa dilakukan jika UU Pilkada direvisi dan waktu pelaksanaan pilkada diatur ulang.

Baca juga: Mengenal Penjabat Kepala Daerah: Apa Tugas, Wewenang, dan Larangannya?

Misalnya, dalam UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 disebutkan bahwa pilkada serentak semula akan digelar pada 2027. Namun, UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 merevisi ketentuan tersebut sehingga pilkada serentak digelar di 2024.

Titi mengatakan, dorongan supaya UU Pilkada direvisi skema penjadwalan pilkada ditata ulang agar tak diisi penjabat terlalu lama sudah diusulkan banyal pihak. Hanya saja pemerintah dan DPR bergeming.

"Sehingga konsekuensinya pada 2022 dan 2023 tidak diselenggarakan pilkada, dan kepemimpinan daerah akan diisi oleh para penjabat," ujarnya.

Selain lewat revisi UU, lanjut Titi, penunjukan penjabat kepala daerah sebenarnya bisa lebih transparan misalnya dengan meminta tanggapan atau masukan DPRD atas nama-nama penjabat yang akan ditunjuk.

Cara lainnya yang lebih sederhana dan minim spekulasi yakni menunjuk sekretaris daerah menjadi penjabat kepala daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com