Sebelum dimintakan persetujuan presiden, rancangan peraturan menteri harus telah melalui pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Tahap selanjutnya, pemrakarsa peraturan menyampaikan permohonan kepada presiden.
Dari permohonan tersebut, Sekretariat Kabinet (Seskab) menyampaikan memo ke presiden untuk mendapatkan persetujuan dari usulan pemrakarsa tersebut.
Jika presiden telah memberikan persetujuan, Seskab selanjutnya akan menyampaikan secara tertulis ke kementerian/lembaga.
"Apabila belum mendapatkan persetujuan atau tidak mendapatkan persetujuan oleh presiden, tentunya proses itu kita kaji, kita dalami kembali, kita evaluasi apa yang belum atau tidak mendapatkan persetujuan dari Bapak Presiden," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung melalui keterangan tertulis, Selasa (24/8/2021).
Baca juga: Jokowi Minta Permenaker JHT Direvisi, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Aturan dengan Matang
Rancangan peraturan menteri/kepala lembaga yang mendapat persetujuan presiden selanjutnya dapat ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga pemrakarsa dan diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Merujuk pada Perpres, dapat dikatakan bahwa Jokowi mengetahui substansi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, sekaligus terlibat dalam memberikan persetujuan aturan itu.
Merespons polemik Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono menilai, seharusnya presiden sudah mengetahui isi dari Permenaker tersebut sebelum ditetapkan oleh Menaker.
Sebab, sebagaimana Perpres Nomor 68 Tahun 2021, rancangan peraturan menteri harus mendapat persetujuan dari presiden sebelum ditetapkan.
"Seharusnya Permenaker sudah dibaca Pak Jokowi sebelum ditetapkan oleh Menaker.
Kemudian setelah ribut-ribut, Pak Jokowi menginstruksikan merevisi Permenaker 2/2022. Saya nggak tahu kesalahan pada siapa," kata Aloysius kepada Kompas.com, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Ombudsman Soroti Minimnya Partisipasi Buruh dalam Permenaker soal JHT
Yang jelas, Aloysius menekankan, terjadi ketidaksinkronan antara Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mengatur bahwa pencairan dana JHT baru bisa dilakukan setelah pekerja berusia 56 tahun.
Padahal, Pasal 37 Ayat (3) UU SJSN mengatakan, pengambilan JHT dapat dilakukan setelah dana JHT mengendap di BPJS setidaknya selama 10 tahun.
Oleh karenanya, ke depan, alih-alih merevisi, Aloysius mendorong supaya proses penyusunan aturan dapat disinkronisasi oleh presiden, para menteri, dan pemangku kepentingan lainnya, sebelum akhirnya diterbitkan.
"Harus dicek lebih dahulu, kalau perlu 3 lapis sebelum disetujui presiden," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.