JAKARTA, KOMPAS.com – Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia mewanti-wanti Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk serius memperhatikan kepentingan buruh dalam merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2020.
Sebagai informasi, beleid ini menimbulkan kontroversi karena mengatur bahwa JHT baru bisa cair pada usia 56 tahun, dan tidak dapat diklaim oleh buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketentuan ini diprotes banyak kalangan. Presiden Joko Widodo belakangan memanggil Ida dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk meminta ketentuan ini direvisi.
Baca juga: Pemerintah Terbitkan Aturan soal JHT, Diprotes Massa, Jokowi Mendadak Muncul Minta Revisi
“Saya minta kepada Menaker jangan main-main, tapi serius menanggapi perintah Presiden RI. Saya katakan, jangan main-main dan serius. Saya minta perintah presiden harus ditaati sungguh-sungguh, jangan main-main lagi dengan bermain kata-kata,” ujar Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat kepada Kompas.com, Selasa (22/2/2022).
“Jangan coba-coba untuk, misalnya, merevisinya begini saja: JHT boleh diambil (oleh buruh PHK sebelum usia 56 tahun) tapi hanya sekian persen. Itu kami akan tolak habis,” lanjutnya.
Revisi semacam itu dianggap tidak sungguh-sungguh berpihak kepada kepentingan buruh yang mengalami PHK.
Baca juga: Pencairan JHT Disebut Sudah Bermasalah sejak Lama karena Minim Keterbukaan
Padahal, buruh yang mengalami PHK menghadapi situasi finansial serbasulit. Pencairan JHT dapat menjadi penyelamat untuk isu yang lebih krusial, yakni bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19.
Mirah mengkhawatirkan munculnya tendensi untuk revisi “asal-asalan” semacam itu.
Menurutnya, jika hal itu terjadi, buruh tak akan tinggal diam.
“Jangan coba-coba masukkan ‘keinginan menteri atau siapa pun’. Jangan coba main-main di situ. Kalau masih coba main-main di sana, waduh, ini akan memicu gelombang aksi yang lebih besar lagi,” ujar Mirah.