Menurut Didik, awal pengumpulan data dilakukan dari data pemeriksaan Covid-19 dari sejumlah laboratorium di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).
"Kemudian dari data-data yang dari lab, spesimen dan sebagainya kemudian dikoordinasi oleh teman-teman yang ada di Badan Litbangkes. Dan semua kompilasi, compare di sana," kata Didik.
Setelah itu, Balitbangkes akan melakukan validasi dan verifikasi data yang diterima dari laboratorium lainnya.
Validasi diperlukan karena ada orang yang diperiksa lebih dari satu kali.
Begitu selesai diverifikasi dan divalidasi, data tersebut akan dikirim ke Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) milik Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Setahun Covid-19 dan Membatasi yang Merusak Kehidupan Kita
"Di sana (PHEOC) itu pun juga di verifikasi dan validasi," ujarnya.
Ia menjelaskan, PHEOC tidak hanya menerima data dari Balitbangkes, tetapi juga data lainnya dari Dinas Kesehatan
Data tersebut berupa jumlah orang dalam pemantauan hingga jumlah pasien sembuh dan diverifikasi.
"Kemudian setelah diverifikasi masuk ke dalam data warehouse di pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan. Ini secara sistem sudah langsung mengalir," ungkapnya.
Didik mengatakan, data yang masuk di warehouse data akan diverifikasi kembali.
"Dan satu lagi adalah kita (data di warehouse) terintegrasi dengan Gugus Tugas ya," ucap Didik.
Penjasan soal terlambatnya pencatatan
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menanggapi perihal masih adanya keterlambatan pencatatan data Covid-19.
Menurutnya, data kasus positif Covid-19 yang dipublikasikan setiap hari oleh pemerintah pusat bergantung pada kiriman data dari daerah.
Pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenkes, merangkum data dari daerah dengan sistem informasi bernama all record.
"Namun, setiap daerah menggunakan sistem informasi yang berbeda. Idealnya memang sistem yang dipakai daerah bisa langsung terkoneksi dengan sistem yang digunakan pusat," ujar Nadia ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (3/2/2021).
Apabila bisa langsung terkoneksi, lanjut dia, data dari daerah bisa masuk ke sistem all record Kemenkes.
Yang jadi persoalan, kata Nadia, saat sistem yang digunakan di daerah berbeda maka data yang ada harus dimasukkan terlebih dulu ke sistem all record.
"Itu juga yang membuat lama. Misal ada 3.000 data tak bisa langsung segera (semuanya masuk)," ungkapnya.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Tahap Kedua di Tangsel Dimulai, Pedagang dan Lansia Belum Terjadwal
Selain itu, keterlambatan pencatatan data juga bisa terjadi saat ditemukan data tidak valid ketika Kemenkes melakukan verifikasi data Covid-19.
Sehingga, lanjut Nadia, semestinya harus ada pembahasan bersama soal pencatatan data ini.
"Kalau ada perbedaan sebenarnya harus ada validasi data, kita lihat lagi, harus duduk sama-sama soal data ini. Karena data yang kita unggah adalah berdasarkan data di all record," katanya.
"Sudah ada NIK, pemeriksaan menggunakan apa, hasil pemeriksaan apa. Bukan cuma laporan total pemeriksaan sekian jumlahnya," tambah Nadia.
Tak bisa terus dibiarkan
Persoalan pencatatan data ini pun mendapat sorotan epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman.
Dia menilai, persoalan kendala pendataan kasus harian Covid-19 sebenarnya tidak bisa selalu jadi alasan pemerintah setiap terjadi lonjakan data kasus baru atau perbedaan data antara pemerintah pusat dengan daerah.
Sebab, baik pandemi maupun sistem pendataan Covid-19 sudah lama dilakukan pemerintah.
"Dari dulu Indonesia tidak pernah melaporkan secara tepat. Tidak ada laporan hari ini dites, hari ini keluar," ungkap Dicky.
"Sehingga, apa yang disampaikan soal data kemarin tidak ada yang baru. Bahwa data yang dilaporkan ke kita ini bisa dua, tiga pekan, bahkan mungkin ada yang beberapa pekan sebelumnya. Selama ini juga begitu," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.