JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menegaskan, pihaknya terus memastikan penerapan protokol Covid-19 dalam pelaksanaan Pilkada 2020.
Berdasarkan rapat koordinasi Bawaslu dengan kepolisian, polisi membubarkan kerumunan massa pada tahapan pilkada sebagaimana membubarkan unjuk rasa.
"Kami tadi sudah bicara dengan kepolisian, maka polanya akan mengikuti pola pembubaran unjuk rasa," kata Bagja dalam diskusi daring Komnas HAM, Kamis (17/9/2020).
Bagja menjelaskan, polisi akan membubarkan massa mulai dari titik kumpul yang terpisah-pisah di beberapa tempat.
Baca juga: Bawaslu: Sebelum Masa Kampanye, Ada 2 Tahapan Berpotensi Picu Kerumunan Massa
Dia mengatakan, pembubaran oleh polisi bisa dilakukan atas rekomendasi Bawaslu atau temuan polisi sendiri.
"Tidak di titik-titik pengumpulan terbesar, tapi titik-titik pengumpulan beberapa daerah yang kemudian akan masuk menuju yang utama tersebut," papar dia.
"Jadi, bisa dilakukan pembubaran oleh kepolisian, baik oleh usul rekomendasi Bawaslu maupun temuan kepolisian langsung," tambah Bagja.
Bagja menyebutkan, kesepakatan ini diputuskan dalam rapat kerja dengan kepolisian, kejaksaan, TNI, DKPP, Kementerian Dalam Negeri, dan Satgas Covid-19 yang digelar Kamis ini.
Rapat kerja tersebut sekaligus membahas antisipasi pengerahan massa saat penetapan pasangan calon Pilkada 2020 pada 23 September.
"Yang disayangkan KPU tidak hadir dalam rapat ini karena seharusnya bisa masuk dalam PKPU, bisa revisi PKPU untuk melakukan penindakan pada paslon," kata dia.
Baca juga: PKPU Dinilai Bisa Picu Kerumunan, Wakil Ketua DPR: Hindari Konser Musik
Selanjutnya, Bagja mengatakan, Bawaslu akan menggelar pertemuan dengan Menko Polhukam serta pengurus DPP partai untuk mengingatkan soal larangan pengumpulan massa oleh bakal pasangan calon.
Bagja mengatakan, para kandidat yang melanggar protokol Covid-19 tidak bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pemilihan umum. Sebab, protokol Covid-19 belum diatur dalam UU Pilkada atau UU Pemilu.
Namun, ia menyebut pelanggaran ini bisa ditindak dengan pidana lainnya yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Karena ini tidak masuk di UU Pemilihan Umum, tidak bisa pakai pidana pemilihan. Akan tetapi, pidana yang lain menurut UU Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit, maka bisa dikategorikan pidana lainnya," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.