Penangkapan tersebut terjadi pada 26 Desember di sebuah kawasan di Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
"Setelah melalui proyes yang panjang kemudian juga penyidikan-penyidikan. Kemudian kepolisian membentuk tim teknis, tim pakar," kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Argo Yuwono.
Baca juga: Penyerang Novel Ditangkap, Dugaan Keterlibatan Polisi Pun Terbukti...
Namun, penangkapan tersebut dinilai janggal oleh tim kuasa hukum Novel. Pasalnya, pada 23 Desember muncul surat pemberitahuan perkembangan hasl penyelidikan yang menyebutkan bahwa pelaku belum diketahui.
"Misal apakah orang-orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri. Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan terangka yang baru ditetapkan," kata anggota tim advokasi Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Novel Baswedan Pernah Sebut Keterlibatan Jenderal Polisi, Ini Kata Komnas HAM
Penangkapan kedua anggota polisi aktif tersebut juga turut memperkuat kecurigaan tim advokasi sebelumnya yang menyebut bahwa ada keterlibatan polisi di dalam kasus Novel.
"Sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas, salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian," kata Alghifari.
Novel pun pernah menyebut bahwa ada 'orang kuat' yang diduga menjadi dalang penyerangannya.
Persidangan
Sidang perdana kasus penyerangan Novel Baswedan dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 19 Maret 2020.
Kedua tersangka, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, mendapat pembelaan dari tim Divisi Hukum Polri untuk menghadapi proses persidangan tersebut.
Baca juga: Sidang Kasus Penyiraman Air Keras ke Novel Baswedan Tetap Digelar
Tim advokasi Novel melihat banyak kejanggalan dalam persidangan tersebut. Salah satunya tidak diungkapnya auktor intelektualis di dalam berkas surat dakwaan JPU.
Tim advokasi pun menduga bahwa kasus penyerangan itu akan berhenti pada pelaku di lapangan semata.
"Dalam dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan. Patut diduga jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan," kata anggota tim advokasi, Saor Siagian, dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Banyak Kejanggalan, Sidang Kasus Novel Disebut Panggung Sandiwara
Kejanggalan lainnya, sebut anggota tim advokasi lainnya, Kurnia Ramadhana, berkas dakwaan JPU yang menyebut kasus penyerangan Novel merupakan kasus penganiayaan biasa dan tidak berkaitan dengan pekerjaan Novel.
Hal itu dinilai bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri yang menyebut kasus penyerangan Novel berkaitan dengan kasus korupsi yang tengah ditangani Novel.