Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Evaluasi Sistem Perekrutan ABK

Kompas.com - 08/05/2020, 19:27 WIB
Ihsanuddin,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi meminta pemerintah mengevaluasi masalah perekrutan dan perlindungan anak buah kapal (ABK) di luar negeri.

Hal ini menyusul dugaan pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal Long Xin 629 asal China.

“Ini rentan berulang terjadi, sedangkan agen pengiriman TKI sebagai ABK ini sebenarnya itu-itu saja. Harus diinvestigasi dan bila ditemukan penyimpangan maka harus segera dibekukan izinnya dan berikan tindakan hukum bagi pengelolanya," kata Bobby kepada wartawan, Jumat (8/5/2020).

Baca juga: Amnesty Minta Penyebab Kematian ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 Diusut Tuntas

Bobby menilai apa yang terjadi merupakan akibat sengketa kewenangan antara tiga kementerian terkait aturan ABK untuk kapal penangkap ikan asing.

Ketiga kementerian tersebut yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Ini tidak pernah jelas dari dulu, ketiga kementrian tersebut saling lempar tanggung jawab ketika terjadi masalah, dan Kementerian Luar Negeri dalam hal ini selalu jadi tukang cuci piring,” ungkapnya.

Baca juga: Kemenlu Gali Keterangan dari ABK Long Xing 629 Setibanya Mereka di Tanah Air

Bobby berharap kedepannya ada kejelasan kewenangan antar kementrian terkait agar masalah perlindungan TKI yang bekerja di Kapal Asing tidak terulang.

Selain tu, Bobby juga meminta pemerintah melakukan protes diplomatik keras terhadap pemerintah China.

“Derita ABK ini harus kita sudahi. Moratorium menjadi satu-satunya opsi karena kapal penangkap ikan, khususnya yang berbendera Cina dan Taiwan adalah lawless world,” ucapnya.

Baca juga: Pemerintah Didesak Segera Terbitkan PP Perlindungan ABK

 

Sebelumnya, viral sebuah video yang ditayangkan media Korea Selatan, memperlihatkan bagaimana jenazah ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China dilarung ke tengah laut.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi video pada Kamis (7/5/2020) memaparkan peristiwa pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia yang meninggal dunia di kapal ikan China.

Ketiganya merupakan awak kapal ikan Long Xin 629. Satu jenazah berinisial AR dilarungkan ke laut pada 31 Maret 2020 setelah dinyatakan meninggal dunia pada 27 Maret 2020.

Baca juga: Pemerintah Disebut Lalai Awasi Prosedur Rekrutmen ABK Indonesia

Kemudian, dua jenazah lainnya meninggal dunia dan dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.

Selain telah mengirimkan nota diplomatik ke Pemerintah China, Retno mengatakan sudah berbicara dengan Duta Besar China di Indonesia terkait kasus tersebut.

Ada tiga hal yang dibicarakan dengan Duta Besar China di Jakarta. Pertama, pemerintah Indonesia meminta klarifikasi terkait pelarungan ABK, apakah sesuai standar internasional atau tidak.

Baca juga: Menlu Sebut ABK Indonesia Dilarung ke Laut atas Persetujuan Keluarga

Kedua, pemerintah menyampaikan keprihatinan mengenai kondisi kehidupan di kapal yang dicurigai menyebabkan kematian empat awak kapal Indonesia.

Ketiga, meminta dukungan pemerintah China untuk pemenuhan tanggung jawab atas hak ABK Indonesia.

Dalam pembicaraan tersebut, Dubes China menyatakan akan menyampaikan permintaan Pemerintah Indonesia ke pemerintah pusat China. Pemerintah China juga memastikan perusahaan kapal akan bertanggung jawab sesuai kontrak yang disepakati dengan ABK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com