JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, memaknai Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi tidak bisa hanya dengan membaca bunyi pasal-pasal yang ada.
Memaknai UU KPK harus disertai dengan membaca sejarah pemberantasan korupsi dan rekam jejak serta niat merevisi UU KPK dari masa ke masa.
Apabila cara demikian digunakan, menurut Denny, akan nampak bahwa UU KPK hasil revisi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Pernyataan ini disampaikan Denny saat menjadi ahli dalam sidang pengujian Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (12/2/2020).
"Membaca pasal-pasal, titik koma, membaca rekam jejak niat untuk mengubah UU KPK sejak lama dan membaca geliat-geliat, anasir-anasir korupsi yang tidak pernah berhenti," kata Denny.
Baca juga: Soal KPK Dilibatkan Revisi UU KPK, Laode: Pak Arteria Pasti Berbohong
"Kami sampai pada kesimpulan bahwa revisi UU KPK itu harus dimaknai bertentangan dengan semangat konstitusi, bertentangan dengan roh konstitusi yang disematkan di UUD 1945," lanjut dia.
Melihat catatan sejarah, lanjut Denny, KPK pernah mengalami upaya pelemahan yang waktu itu kerap disebut peristiwa "cicak lawan buaya".
Maka, sampai pada titik ini menurut Denny, bukan untuk pertama kalinya lembaga antirasuah itu menjadi mati suri.
Sementara itu, melihat proses pembentukan atau revisi sebuah undang-undang, menjadi rahasia umum bahwa dalam proses tersebut sering terjadi fenomena lobi-melobi.
"Bukan rahasia umum bahwa ada negosiasi lobi pada rumusan suatu undang-undang," ujar Denny.
Baca juga: Tujuh Pembelaan Pemerintah dan DPR atas Revisi UU KPK...
Oleh karenanya, melihat runutan kronologis pembentukan KPK, mencatat perdebatan yang ada selama proses revisi undang-undangnya dan mencatat kasus-kasus yang mungkin mempengaruhi KPK, menurut Denny, dapat ditarik kesimpulan revisi UU KPK membunuh lembaga itu sendiri.
"Kami sampai pada kesimpulan revisi UU KPK pada dasarnya adalah politik hukum membunuh KPK," kata Denny.
Untuk diketahui, sejak direvisi pada September 2019, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan itu dimohonkan oleh sejumlah pihak, mulai dari pegiat antikorupsi, advokat, akademisi, hingga mantan petinggi KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.