JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh China untuk perairan Natuna sebagai wilayah teritorialnya tidak berdasar.
Menurut Pemerintah China, wilayah perairan Natuna, Kepulauan Riau, masuk dalam Nine-Dash Line.
"Klaim ini didasarkan pada alasan historis yang secara hukum internasional, utamanya UNCLOS (konvensi internasional tentang batas laut), tidak memiliki dasar," ucap Hikmahanto ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2019).
Nine-Dash Line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Baca juga: Anggota Komisi I: DPR Beri Waktu ke Pemerintah untuk Sepakat soal Polemik Natuna
Hikmahanto mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah lama menanyakan apa yang dimaksud dengan Nine-Dash Line kepada China.
Namun Pemerintah China, kata Hikmahanto, tidak pernah memberikan jawaban.
"Pemerintah Indonesia telah sejak lama, saat Ali Alatas menjabat Menteri Luar Negeri (Menlu), mempertanyakan kepada Pemerintah China apa yang dimaksud dengan Sembilan Garis Putus. Namun hingga saat ini jawaban atas pertanyaan tersebut belum pernah diberikan oleh Pemerintah China," kata dia.
Perairan Natuna masuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia berdasarkan konvensi UNCLOS 1982.
Indonesia maupun China merupakan bagian dari UNCLOS 1982.
Baca juga: Tak Ada Negosiasi, Mahfud MD Minta Pengusiran Kapal China dari Natuna
Pemerintah China berdalih dan menyebut negaranya memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha di Laut China Selatan, dengan perairan seperti ZEE.
Menurut China, wilayah perairan itu sudah lama digunakan oleh nelayan China untuk mencari ikan, karena merupakan teritori China secara sah.
Hikmahanto berpendapat bahwa konvensi UNCLOS 1982 tidak mengenal istilah "traditional fishing grounds" seperti yang disebutkan China.
"China tidak mengakui klaim Indonesia atas ZEE Natuna Utara atas dasar kedaulatan Pulau Nansha, yang pulau tersebut memiliki perairan sejenis ZEE," ujar dia.
"China menyebutnya sebagai traditional fishing grounds. Dalam UNCLOS konsep yang dikenal adalah traditional fishing rights, bukan traditional fishing grounds, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UNCLOS," tutur Hikmahanto Juwana.
Baca juga: China Masuki Natuna, Korps Polairud Tambah Armada
Dasar klaim wilayah China atas hampir seluruh perairan Laut China Selatan sebenarnya sudah dipatahkan putusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2016 silam.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.