Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Jokowi Bisa Dilengserkan karena Terbitkan Perppu KPK?

Kompas.com - 03/10/2019, 14:02 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyebut, Presiden Joko Widodo bisa di-impeach atau dilengserkan apabila menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.

Menurut Surya, Presiden bisa menyalahi aturan jika menerbitkan perppu karena UU KPK saat ini tengah diuji materi di Mahkamah Konsitusi.

"Masyarakat dan mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana (MK), Presiden kita paksa keluarkan perppu, ini justru dipolitisir. Salah-salah, Presiden bisa di-impeach karena itu," ujar Surya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Baca juga: Tak Bisa Berharap Banyak dari Uji Materi, Perppu Benteng Terakhir untuk UU KPK

Oleh karena itu, Surya menyebut Presiden Jokowi dan partai politik koalisi pendukungnya sepakat untuk tidak menerbitkan Perppu KPK.

Kesepakatan itu, lanjut Surya, diambil ketika Presiden Jokowi dan pimpinan parpol pendukung diam-diam bertemu di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9/2019) malam.

"Jadi yang jelas, Presiden bersama seluruh partai pengusungnya mempunyai satu bahasa yang sama. Untuk sementara enggak ada. Belum terpikirkan mengeluarkan perppu," kata Surya.

Lantas, benarkah Presiden bisa dilengserkan hanya karena menerbitkan Perppu KPK?

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai, pernyataan Surya hanya gertakan yang tidak memiliki landasan hukum.

"Perppu itu konstitusional berdasarkan Pasal 22 UUD 1945 dan mengeluarkan perppu bukan alasan impeachment presiden," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/10/2019).

Baca juga: Jokowi dan Parpol Pendukung Disebut Sepakat Tak Terbitkan Perppu KPK

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari dalam acara diskusi bertajuk Mencari Hakim Pelindung Hak Konstitusi, di Tjikini Lima, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).KOMPAS.com/Devina Halim Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari dalam acara diskusi bertajuk Mencari Hakim Pelindung Hak Konstitusi, di Tjikini Lima, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).
Feri mengatakan, aturan pemakzulan presiden juga sudah diatur secara jelas dalam pasal 7A UUD 1945.

Aturan itu menyebut presiden dapat diberhentikan oleh MPR apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, atau perbuatan tercela.

"Dari lima alasan itu, tak ada soal perppu," kata Feri.

Feri juga mengingatkan bahwa Presiden sudah empat kali menerbitkan perppu sejak menjabat pada 2014. Keempatnya ialah Perppu KPK, Perppu Kebiri, Perppu Akses Informasi Keuangan, dan Perppu Ormas.

"Nah kalau Presiden bisa di-impeach karena mengeluarkan perppu, itu sudah empat kali Presiden mengeluarkan perppu, tidak ada yang impeach," ujar dia.

Baca juga: Pengamat: Jokowi Punya 2 Opsi jika Ingin Terbitkan Perppu KPK

Feri menambahkan, Presiden tetap bisa menerbitkan perppu meski UU KPK saat ini tengah diuji materi di MK. Sebab, tak ada aturan yang melarang hal itu.

Feri justru curiga proses uji materi UU KPK di MK saat ini dipercepat agar bisa menjadi alasan para politisi untuk menolak perppu.

"Coba dicari informasi sama teman-teman yang menguji itu. Mereka menginformasikan bahwa mereka diminta panitia MK untuk memajukan sidang. Jadi seolah sidang MK itu dijadikan alasan bagi para politisi agar bisa mendesak presiden untuk tidak mengeluarkan perppu," ujar dia.

Diberitakan, UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Baca juga: Jokowi Pernah Terbitkan 4 Perppu Termasuk soal UU KPK, Seperti Apa Kondisi Saat Itu?

Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.

Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Selain itu, kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Sementara itu, di tengah tekanan parpol koalisi dan desakan masyarakat, Presiden masih bungkam soal rencananya menerbitkan Perppu KPK. Hingga kini belum ada pernyataan dari Presiden apakah jadi menerbitkan Perppu KPK atau tidak. 

 

Kompas TV JK menilai penerbitan Perppu KPK hanya akan mencederai kewibawaan pemerintah karena Revisi UU KPK yang disahkan DPR dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemerintah.<br /> <br /> JK menilai jika penolakan terhadap UU KPK hasil revisi lebih baik ditempuh melalui jalur hukum di Mahkamah Konstitusi.<br /> <br /> Pertimbangan Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Perppu muncul saat unjuk rasa menolak Revisi UU KPK dilakukan di sejumlah daerah.<br /> <br /> Namun Jusuf Kalla juga menilai pernerbitan Perppu KPK belum tentu mampu meredam aksi protes terhadap Undang-Undang KPK hasil revisi. #PerppuKPK #RevisiUUKPK #JusufKalla
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com