Perusahaan tak jera
Tak jeranya perusahaan-perusahaan tersebut mengulangi perbuatannya diakui sendiri oleh KLHK.
Sebab, sejauh ini penegakan hukum yang dilakukannya selama ini terhadap pelaku karhutla belum memberikan efek jera.
"Kami mempelajari, dari (karhutla) 2015 sampai sekarang, penegakan hukum yang kami lakukan baru bisa menunjukkan shock therapy, efek kejut saja belum pada efek jera jangka panjang," ujar Rasio.
Hal tersebut dinilai menjadi salah satu penyebab mengapa ada perusahaan yang sama mengulangi perbuatannya melakukan pembakaran lahan.
Baca juga: BMKG Sebut Iklim di Sumatera dan Kalimantan Pengaruhi Karhutla
Menurut Rasio, hal itu juga berkaitan dengan budaya kepatuhan yang juga tak dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, KLHK pun mencoba mencari inovasi dan terobosan untuk memperkuat efek jera.
"Salah satunya perluasan penindakan dengan pelibatan bupati, walikota selaku pemberi izin sehingga mereka berada terdepan dalam penegakkan hukum ini," kata dia.
Sebab, pemda merupakan pemberi izin terhadap perusahaan-perusahaan itu, maka mereka juga memiliki kewenangan seperti kementerian untuk menjatuhi sanksi administratif atau memidanakannya.
Baca juga: Kebakaran Hutan Gunung Arjuno Capai 100 Hektar, Sejumlah Vegetasi Hangus Terbakar
Selain itu, agar semakin memberi efek jera, pihaknya juga melakukan pidana tambahan dengan menerapkan Pasal 88 tentang penerapan pertanggungjawaban mutlak oleh perusahaan-perusahaan di lokasi pembakaran dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Akan tetapi, hal tersebut dianggap tak cukup sehingga KLHK juga perlu melakukan pendekatan forensik dan memanfaatkan data-data satelit yang dilakukan oleh ahli hukum serta ahli spasial forensik yang dimiliki KLHK.