JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, ada beberapa perusahaan yang tidak jera karena mengulangi perbuatannya membakar lahan pada 2015 sehingga terjadi lagi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun ini.
Terdapat perusahaan sama yang melakukan tindakan yang sama antara kejadian karhutla pada 2019 ini dengan tahun 2015 lalu.
"Ada yang sama (perusahaan pelaku karhutla)," ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLHK Rasio Ridho Sani dalam acara Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kantor KLHK, Selasa (1/10/2019).
Dia mencontohkan perusahaan yang berada di Jambi, yakni PT RKK yang pada 2015 membakar lahan seluas 591 hektar.
Mereka telah digugat secara perdata di Mahkamah Agung (MA) dengan putusan inkrah serta denda Rp 162 miliar atas tindakan tersebut.
"Namun sekarang terbakar lagi, kami melakukan penyegelan di sana dan yang terbakar sekarang itu sekitar 1.200 hektar," kata dia.
Baca juga: Tak Kapok, Korporasi Ini Kembali Terlibat Karhutla di 2019
PT RKK merupakan salah satu perusahaan yang saat ini sedang dalam tahap eksekusi.
Selain itu, ada pula PT KU yang melakukan hal sama. Saat ini perusahaan tersebut sedang menjalankan proses persidangan atas gugatan KLHK.
Oleh karena itu, KLHK mengambil langkah penindakan dengan menyegel perusahaan-perusahaan tersebut.
"Kami melakukan langkah-langkah hukum pada perusahaan tersebut, yang sudah kami berikan sanksi dan penindakan hukum, akan kami lakukan lebih tegas lagi," kata dia.
Tidak menutup kemungkinan, kata dia, izin perusahaan-perusahaan tersebut akan dicabut sebab mereka telah mengulangi kesalahan yang sama.
Baca juga: KLHK Sebut Lahan Konsesi Tak Banyak Terbakar di Sumatera dan Kalimantan
Namun, karena pemberi izin adalah pemerintah daerah (pemda) tempat lokasi lahan berada, maka KLHK perlu membicarakan hal tersebut dengan pemda setempat agar memberi sanksi lebih keras.
"Pemberi izin itu ada di pemda, kabupaten/kota. Kami akan sampaikan hasil-hasil pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang terbakar kembali ini," kata dia.
"Tapi kalau mereka (pemda) tidak melakukan, kami akan melakukan second line law enforcement, yaitu kewenangan menteri untuk melakukan penegakan hukum lapis kedua apabila pemberi izin tidak melakukan penegakan hukum administratif," tutur dia.
Terkait berapa jumlah perusahaan yang melakukan tindakan pembakaran hutan kembali itu, KLHK masih menganalisis untuk mendapatkan jumlah pastinya.
Tak jeranya perusahaan-perusahaan tersebut mengulangi perbuatannya diakui sendiri oleh KLHK.
Sebab, sejauh ini penegakan hukum yang dilakukannya selama ini terhadap pelaku karhutla belum memberikan efek jera.
"Kami mempelajari, dari (karhutla) 2015 sampai sekarang, penegakan hukum yang kami lakukan baru bisa menunjukkan shock therapy, efek kejut saja belum pada efek jera jangka panjang," ujar Rasio.
Hal tersebut dinilai menjadi salah satu penyebab mengapa ada perusahaan yang sama mengulangi perbuatannya melakukan pembakaran lahan.
Baca juga: BMKG Sebut Iklim di Sumatera dan Kalimantan Pengaruhi Karhutla
Menurut Rasio, hal itu juga berkaitan dengan budaya kepatuhan yang juga tak dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, KLHK pun mencoba mencari inovasi dan terobosan untuk memperkuat efek jera.
"Salah satunya perluasan penindakan dengan pelibatan bupati, walikota selaku pemberi izin sehingga mereka berada terdepan dalam penegakkan hukum ini," kata dia.
Sebab, pemda merupakan pemberi izin terhadap perusahaan-perusahaan itu, maka mereka juga memiliki kewenangan seperti kementerian untuk menjatuhi sanksi administratif atau memidanakannya.
Baca juga: Kebakaran Hutan Gunung Arjuno Capai 100 Hektar, Sejumlah Vegetasi Hangus Terbakar
Selain itu, agar semakin memberi efek jera, pihaknya juga melakukan pidana tambahan dengan menerapkan Pasal 88 tentang penerapan pertanggungjawaban mutlak oleh perusahaan-perusahaan di lokasi pembakaran dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Akan tetapi, hal tersebut dianggap tak cukup sehingga KLHK juga perlu melakukan pendekatan forensik dan memanfaatkan data-data satelit yang dilakukan oleh ahli hukum serta ahli spasial forensik yang dimiliki KLHK.
KLHK juga menyebut terdapat 20 perusahaan asing yang di antaranya berasal dari Malaysia, Singapura, dan Hong Kong yang disegel terkait karhutla di Sumatera dan Kalimantan.
"Ada banyak dari luar juga perusahaannya. Malaysia, Singapura, Hong Kong. Walaupun nama perusahaannya Indonesia, tapi direksinya orang sana. Ada 20 perusahaan asing," kata Rasio.
Dia mengatakan, perusahaan asing itu merupakan 20 dari 64 perusahaan yang disegel karhutla yang tersebar di berbagai lokasi.
Sebanyak 64 perusahaan itu tersebar di beberapa daerah antara lain Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimanta Barat, dan Kalimantan Timur.
"Jumlah ini akan bertambah. Walaupun api sudah padam, tapi jejak karbon, kayu, arang masih ada," kata dia.
Baca juga: KLHK: 20 Perusahaan dari Malaysia, Singapura, dan Hong Kong Disegel karena Karhutla
Perusahaan-perusahaan asing itu antara lain PT SP (Singapura) di Kalimantan Barat, PT IGP (Malaysia) di Kalimantan Barat, PT MJSP (Malaysia) di Kalimantan Tengah, PT SIA (Malaysia) di Kalimantan Barat.
Selanjutnya PT GH (Singapura) di Riau, PT SMA (Singapura) di Kalimantan Barat, PT RKA (Malaysia) di Kalimantan Barat, PT AUS (Singapura) di Kalimantan Tengah, PT HKI (Singapura) di Kalimantan Barat.
Kemudian PT API (Malaysia) di Riau, PT FI (Singapura) di Kalimantan Barat, PT GMU (Hong Kong) di Kalimantan Barat, PT NPC (Singapura) di Kalimantan Timur, PT AAI (Singapura) di Kalimantan Barat, PT WAJ (Singapura) di Sumatera Selatan, dan PT KGP (Malaysia) di Kalimantan Barat.
Seluruh perusahaan itu berstatus perseroan penanaman modal asing (PMA). Sisanya ada 4 perusagaan yang tidak disebutkan jenis perseroannya, yakni PT RK, PT THIP, PT TANS, dan PT MAS.
KLHK saat ini tengah menggugat perdata 17 perusahaan pelaku karhutla yang 9 perusahaan di antaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Eksekusi dengan total nilai pengembalian negara Rp 3,15 triliun dari hasil gugatan tersebut sedang berlangsung.
"Pemerintah saat ini sedang melakukan eksekusi terhadap putusan-putusan yang sudah inkrah, dengan nilai Rp 3,15 triliun, dari 9 gugatan perdata," kata Rasio.
Oleh karena itu, pemerintah akan mulai melakukan beberapa proses untuk mengeksekusinya yang akan dilakukan pengadilan negeri di daerah setempat.
"Kami berkoordinasi dengan ketua pengadilan negeri agar dipercepat upaya-upaya eksekusi ini, yang baru disetorkan ke rekening negara sekitar Rp 78 miliar," ujar dia.
Baca juga: Nilai Gugatan Rp 3,15 Triliun, 9 Perusahaan Pelaku Karhutla Mulai Dieksekusi
Salah satunya, eksekusi sebesar Rp 365 miliar akan dilakukan di Pengadilan Negeri Nagan Raya di Aceh pasca-terjadinya karhutla di salah satu perusahaan di sana.
Selain itu, pihaknya juga menyurati banyak pengadilan negeri untuk segera memanggil pihak-pihak yang memiliki masalah dengan karhutla.
"Jadi pemerintah akan mengejar terus para pelaku karhutla, termasuk proses eksekusi yang kami percepat. Penegakan hukum pidananya kami intensifkan, sanksi administrasi kami pertegas lakukan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.