DPR harus mempertimbangkan aspek kepentingan negara dalam memberikan amnesti tersebut yaitu komitmen melindungi warga negara dari kekerasan seksual.
"Di sini kepentingan negara jelas, yaitu untuk berkomitmen pada penghapusan kekerasan seksual," kata Bivitri saat dihubungi, Kamis (18/7/2019).
Bivitri menambahkan, pemberian amnesti tidak sebatas pada pelaku tindak pidana terkait dengan politik saja. Presiden juga dapat memberikan amnesti untuk narapidana biasa seperti Baiq Nuril.
Baca juga: DPR Setuju Beri Pertimbangan Amnesti, Baiq Nuril: Alhamdulilah...
Kasus Baiq Nuril berawal pada 2012, ketika ia masih bekerja sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram. Baiq kerap menerima telpon dari kepsek dengan inisial M yang menceritakan hubungannya dengan wanita lain yang juga dikenal Baiq.
Ia merasa dilecehkan dalam percakapan tersebut sehingga merekam perbincangan dengan kepsek M.
Pada tahun 2015, rekaman Baiq dan kepsek tersebar luas di masyarakat Mataram. Lalu, Kepsek M melaporkan Baiq ke polisi karena telah merekam dan menyebar luaskan isi percakapan tersebut.
Baiq telah menjalani proses hukum hingga persidangan. Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi.
Mahkamah Agung memutuskan vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Baiq dan tim hukumnya kemudian mengajukan PK. Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.