Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ingin Kerusuhan 21-22 Mei Terulang, Kapolri Larang Demo di Depan MK

Kompas.com - 25/06/2019, 12:14 WIB
Devina Halim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan melarang aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi jelang sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019.

"Saya juga sudah menegaskan kepada Kapolda Metro, kepada Badan Intelijen Kepolisian tidak memberikan izin untuk melaksanakan demo di depan MK," kata Tito di ruang Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).

Alasannya, ujar Tito, bahwa aksi unjuk rasa tetap harus menaati sejumlah ketentuan seperti tidak menganggu ketertiban publik.

Baca juga: BW: Kami Tak Mungkin Bisa Buktikan Kecurangan, Hanya Institusi Negara yang Bisa

Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Kenapa, dasar saya adalah UU Nomor 9 Tahun 1998 Pasal 6 itu tentang penyampaian pendapat di muka umum. Di dalam Pasal 6 itu ada lima yang tidak boleh, diantaranya tidak boleh mengganggu ketertiban umum, publik, dan tidak boleh menganggu hak asasi orang lain dan harus menjaga kesatuan bangsa," ujarnya.

Keputusan itu juga berkaca dari kejadian kerusuhan 21-22 Mei 2019, yang diduga telah direncanakan oleh sekelompok perusuh.

Baca juga: TKN: Pernyataan Bambang Widjojanto Jadi Bahan Tertawaan Dunia Advokat

Tito mengaku tidak ingin ada oknum yang memanfaatkan diskresi Kepolisian untuk membuat kekacauan.

"Jadi peristiwa 21-22 (Mei) itu sudah direncanakan memang untuk rusuh. Saya tidak ingin itu terulang kembali, kebaikan yang kita lakukan, diskresi, saya tidak ingin lagi disalahgunakan, untuk itu saya larang semua unjuk rasa di depan MK yang melanggar ketertiban publik," ungkap dia.

Total terdapat 47.000 personel gabungan yang diturunkan. Rinciannya, terdapat 17.000 personel TNI dan 28.000 personel Polri. Kemudian ada pula anggota pemerintah daerah sebanyak 2.000 orang.

Fokus pengamanan adalah gedung MK dengan jumlah personel sekitar 13.000 orang.

Baca juga: 6 Hal Menarik Selama Sidang Sengketa Hasil Pilpres di MK

Lalu, ada pula personel yang berjaga di objek vital nasional lainnya, seperti Istana Kepresidenan, kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan beberapa kedutaan.

Mahkamah Konstitusi akan memutuskan gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo-Sandiaga pada Kamis (27/6/2019).

Prabowo-Sandiaga menuduh pasangan Joko Widodo-Ma'ruf, sebagai pemenang Pilpres 2019, melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com