Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegeraman Gelora soal Sinyal PKS Merapat ke Prabowo Dianggap Wajar

Kompas.com - 30/04/2024, 15:28 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Partai Gelora yang tegas menolak jika Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ingin bergabung ke dalam koalisi presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dianggap sebagai sinyal kemarahan.

Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno, meskipun Partai Gelora tidak lolos ke parlemen karena perolehan suara mereka tidak mampu melampaui ambang batas (parliamentary threshold), tetapi mereka sejak awal tahapan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 sudah menentukan sikap mendukung Prabowo-Gibran.

"Jadi ketika ada upaya (PKS) untuk berkomunikasi dengan Prabowo Subianto, jangankan ada niat untuk kerja sama, berniat komunikasi saja dengan Prabowo Subianto kawan-kawan Gelora itu sudah marah-marah dan ngamuk-ngamuk," kata Adi dalam pernyataan melalui video, seperti dikutip Kompas.com pada Selasa (30/4/2024).

"Itu menurut saya satu bentuk penolakan yang cukup agresif," sambung Adi.

Baca juga: PKS Harap Ada Komunikasi Lebih Maju dengan Gerindra


Adi juga menyatakan reaksi Partai Gelora yang keras menyikapi wacana PKS bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran sangat wajar.

Sebab meski sejumlah tokoh Partai Gelora merupakan mantan kader PKS, tetapi dalam hal garis politik keduanya bertolak belakang.

Sebab, kata Adi, selama masa Pilpres 2024, PKS dan para pendukungnya dianggap menjadi pihak yang cukup vokal menyerang Prabowo-Gibran.

"Mereka kan mempertanyakan tentang ideologi, mempertanyakan visi misi, mempertanyakan tentang komitmen yang dinilai berseberangan satu dengan yang lainnya," ucap Adi.

Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik mempertanyakan keteguhan prinsip dan ideologi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), lantaran disebut-sebut hendak merapat ke kubu pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca juga: Pengamat: PKS Partai Ideologis, Kalau Kalah Harus di Luar Pemerintah

"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya?" kata Mahfuz Sidik dalam keterangannya seperti dikutip dari Kompas TV, Senin (29/4/2024).

Mahfuz juga mempertanyakan apakah kecenderungan para elite PKS buat berupaya merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran sejalan dengan sikap para pendukungnya.

"Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," ucap Mahfuz.

Menurut Mahfuz, jika PKS bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran dikhawatirkan bakal memicu perselisihan di dalam Koalisi Indonesia Maju lantaran sikap politik keduanya yang sangat bertolak belakang sejak masa Pilpres 2024.

"Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," kata Mahfuz.

Baca juga: PKS Siap Gabung Koalisi, Budi Arie Ingatkan Sikap Gelora: Harus Kita Perhatikan Dulu

Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi menyatakan, PKS dan calon presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki hubungan yang terjalin sejak lama.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya Sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya Sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com