Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "Mahkamah Kalkulator", BW Harusnya Tanya Dulu ke Koalisi Prabowo

Kompas.com - 28/05/2019, 13:55 WIB
Jessi Carina,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani mengatakan pada dasarnya Mahkamah Konstitusi (MK) memang mengurus perselisihan suara dalam sengketa pemilu. Artinya, putusan MK atas gugatan yang diajukan pihak Prabowo Subianto-Sandiaga Uno nanti seharusnya tidak jauh dari soal perolehan suara.

Oleh karena itu, dia mengkritik pernyataan Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto yang meminta MK tidak menjadi Mahakamah Kalkulator yang hanya menangani sengketa soal angka-angka. Arsul mengatakan, pihak yang menetapkan kewenangan MK sebatas perolehan suara adalah DPR. Dia menilai seharusnya Bambang tanya dulu ke koalisi sebelum membuat pernyataan itu.

"Ingat loh di pansus RUU Pemilu itu pimpinannya 4 dan 3 di antaranya dari koalisi 02. Kalau sekarang kemudian mengeluarkan narasi seperti itu, Pak BW harusnya tanya dulu 'mengapa engkau teman-teman 3 fraksi dulu merumuskannya seperti ini?" ujar Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Arsul mengatakan ini tandanya tim hukum Prabowo-Sandi tidak membaca Pasal 475 UU Pemilu. Dalam pasal tersebut, diatur bahwa keberatan dalam sengketa pemilu hanya terhadap hasil penghitungan suara. Hal yang juga ditegaskan dalam Pasal 8 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018.

Baca juga: Tim Jokowi: Apakah Paslon 02 Tak Pelajari UU dan Peraturan MK Saat Ajukan Gugatan?

"Itu harusnya bilangnya pada saat UU Pemilu itu dibahas. Harusnya dibilang dong, 'eh jangan ya di UU itu peran MK hanya ditempatkan sebagai kalau pinjam istilahnya Mas BW, Mahkamah Kalkulator. Kenapa kok enggak bilang waktu itu?" ujar Arsul.

Sebelumnya, Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto berharap Mahkamah Konstitusi (MK) tak hanya menelusuri angka-angka yang bersifat numerik dalam menangani sengketa hasil Pilpres. Bambang mengistilahkan MK jangan jadi "mahkamah kalkulator".

MK, kata mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, sudah seharusnya menelusuri secara serius dugaan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Baca juga: Pengamat: Jika Bukti Cuma Link Berita, Prabowo-Sandi Bisa Jadi Bulan-bulanan di MK

"Kami mencoba mendorong MK bulan sekadar mahkamah kalkulator yang bersifat numerik, tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat," kata Bambang seusai menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/5/2019).

Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengajak publik untuk terus menyimak proses persidangan sengketa hasil Pilpres yang akan dimulai pada 14 Juni 2019 ini.

"Marilah kita perhatikan secara sungguh-sungguh proses sengketa ini. Mudah-mudahan MK bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting, dimana kejujuran jadi watak kekuasaan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com