Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembunuhan Dukun Santet 1998, Kesalahan Memahami Budaya hingga Motif Politik

Kompas.com - 17/05/2019, 15:58 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peristiwa Geger Santet atau pembunuhan terhadap dukun santet yang terjadi di Banyuwangi pada 1998 sudah berlangsung lebih dari 21 tahun. Saat ini, setelah 21 tahun sejak Reformasi 1998, pengungkapan kasus hukumnya belum juga tuntas.

Peristiwa ini bermula dari pembunuhan akibat kesalahpahaman sekelompok orang mengenai santet. Bagi mereka yang tidak paham dengan sosiologi masyarakat Banyuwangi, santet diidentikkan dengan perbuatan kejam melalui perantara sihir.

Santet juga erat kaitannya dengan Banyuwangi. Bahkan stigma ini sudah dikenal oleh masyarakat di luar kota ini.

Padahal, menurut dosen Sejarah di IAIN Surakarta Latif Kusairi, terminologi masyarakat Banyuwangi yang kebanyakan terdiri dari suku Using, Jawa, dan Madura menilai santet tak identik dengan sihir jahat.

"Semua yang ada di Banyuwangi dianggap sebagai santet. Maksudnya santet ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Banyuwangi," kata Latif dalam diskusi pada Kamis (16/5/2019) sore.

Dia melanjutkan, ada beberapa klasifikasi tersendiri mengenai santet yang ada di Banyuwangi. Klasifikasi ini berdasarkan dampak yang ditimbulkan akibat santet tersebut, yaitu santet merah, santet kuning, santet putih dan santet hitam.

Santet merah merupakan santet yang bersifat pelaris saja. Jika seseorang yang berjualan tak laku, maka biasanya menggunakan santet ini agar dagangannya laris.

Orang Banyuwangi menyebut ini juga dengan istilah santet, yang tentu berbeda dengan orang Jawa bagian Tengah.

"Minta pelaris untuk orang jualan saja di Banyuwangi disebut santet" kata Latif.

Baca juga: Mengenang Geger Santet, Tragedi Pembantaian di Banyuwangi pada 1998

Santet kuning merupakan santet bersifat memikat. Seperti "jaran goyang" dan "sabuk mangir" yang digunakan untuk memikat lawan jenis.

Sementara itu, santet putih biasanya dilakukan oleh kiai untuk menetralisasi santet merah, santet kuning, dan santet hitam. Biasanya kiai memberikan minuman khusus yang ditujukan oleh seseorang.

"Orang sakit meminta kesembuhan ke kiai dengan minum air yang sudah didoakan. Itu merupakan santet putih namanya," ujar Latif.

Adapum, santet hitam merupakan hal yang paling berbahaya. Melalui ilmu hitam ini, seseorang yang jadi sasarannya bisa mati.

Meski santet jadi bagian dari budaya, tentu saja tidak semua praktik santet itu dilakukan masyarakat Banyuwangi. Banyak anak-anak yang juga bisa melakukan teknik santet, karena sudah diturunkan dari orang tuanya masing-masing.

Radiogram bocor

Pembunuhan terhadap dukun santer pada Februari 1998 bermula dari kesalahpahaman terhadap santet. Karena santet dianggap sebagai perbuatan sihir jahat, agresif, bahkan digunakan untuk membunuh orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com