Saat itu, pelaku pembunuhan merupakan kelompok tidak dikenal. Untuk melindungi orang yang diduga dukun santet, Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik mendata orang-orang yang masih memiliki kekuatan magis atau dukun. Setiap orang di pasar, sesepuh desa, hingga di lingkungan mana pun tak luput dari pendataan ini.
Dikutip dari Harian Kompas yang terbit 14 Oktober 1998, ia menginstruksikan semua camatnya untuk mengirim data tentang orang yang dianggap dukun santet di wilayahnya dengan tujuan menyelamatkan mereka.
Radiogram ini akhirnya bocor ke sekelompok orang. Awalnya bertujuan untuk menyelamatkan orang yang diduga mempunyai santet, radiogram malah menjadikan petaka.
Radiogram yang menulis lengkap nama-nama orang yang mempunyai ilmu santet malah menjadi sumber informasi bagi sekompok orang untuk melakukan penyisiran dan pembunuhan massal.
Baca juga: Kejagung Belum Respons soal Substansi Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
Selain memanfaatkan isu dukun santet di Banyuwangi, kelompok tidak dikenal ini diduga melakukan aksi keji ini setelah memahami peta santri di Jawa Timur.
Masyarakat Banyuwangi yang terkenal sebagai kawasan tapal kuda Nadhlatul Ulama (NU) diduga sengaja dipilih dengan motif politik.
Dugaan ini muncul mengingat situasi politik nasional memang tak menentu. Sebab, setelah Soeharto terpilih sebagai presiden pada Maret 1998 dalam Sidang Umum MPR, mulai muncul aksi demonstrasi yang mendesak Soeharto lengser.
Dampak isu dukun santet sungguh luar biasa. Banyak kiai atau guru agama yang dituduh sebagai dukun santet, kemudian dibunuh oleh kelompok tak dikenal yang tampil bak ninja.
Tak heran pembunuhan ini sering dinamakan "Operasi Naga Hijau", karena menyerang basis tapal kuda santri NU.
Aksi Geger Santet itu tetap muncul bahkan setelah Soeharto jatuh. Menurut Latif Kusairi, ada anggapan bahwa isu ini sengaja dibuat untuk membendung dominasi pemberitaan mengenai Kongres PDI di Bali pada Oktober 1998.
Baca juga: Rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden Jokowi terkait Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
Kekacauan ini juga dianggap sebagai cara untuk bisa menghalau simpatisan PDI atau pendukung Megawati Soekarnoputri untuk mendatangi lokasi kongres. Jika melewati jalur darat, kita memang harus terlebih dulu ke Banyuwangi untuk kemudian melintasi laut menuju Bali.
Dengan demikian, ada dugaan bahwa Geger Santet juga sebagai bagian dari "Operasi Naga Merah".
Setelah beberapa bulan, pemerintah kemudian bertindak untuk membuat kondisi di Banyuwangi kondusif. Aparat keamanan diterjunkan guna mengawal kondisi ini agar kembali kondusif.
Namun, hingga saat ini pemerintah belum juga berhasil mengungkap kasus Geger Santet.
Terbaru, pada Januari 2019 silam, Komnas HAM telah meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan dalam upaya pemulihan korban peristiwa pembunuhan berkedok dukun santet pada tahun 1998-1999.
Komnas HAM juga menyerahkan hasil penyelidikan Geger Santet kepada Kejaksaan Agung pada 14 November 2018. Namun, hingga sekarang belum ada tanda penuntasan kasus tersebut.
Baca juga: VIK: Kejatuhan (daripada) Soeharto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.