Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembunuhan Dukun Santet 1998, Kesalahan Memahami Budaya hingga Motif Politik

Kompas.com - 17/05/2019, 15:58 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Saat itu, pelaku pembunuhan merupakan kelompok tidak dikenal. Untuk melindungi orang yang diduga dukun santet, Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik mendata orang-orang yang masih memiliki kekuatan magis atau dukun. Setiap orang di pasar, sesepuh desa, hingga di lingkungan mana pun tak luput dari pendataan ini.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit 14 Oktober 1998, ia menginstruksikan semua camatnya untuk mengirim data tentang orang yang dianggap dukun santet di wilayahnya dengan tujuan menyelamatkan mereka.

Radiogram ini akhirnya bocor ke sekelompok orang. Awalnya bertujuan untuk menyelamatkan orang yang diduga mempunyai santet, radiogram malah menjadikan petaka.

Radiogram yang menulis lengkap nama-nama orang yang mempunyai ilmu santet malah menjadi sumber informasi bagi sekompok orang untuk melakukan penyisiran dan pembunuhan massal.

Baca juga: Kejagung Belum Respons soal Substansi Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999

Operasi Naga Hijau dan Naga Merah

Selain memanfaatkan isu dukun santet di Banyuwangi, kelompok tidak dikenal ini diduga melakukan aksi keji ini setelah memahami peta santri di Jawa Timur.

Masyarakat Banyuwangi yang terkenal sebagai kawasan tapal kuda Nadhlatul Ulama (NU) diduga sengaja dipilih dengan motif politik.

Dugaan ini muncul mengingat situasi politik nasional memang tak menentu. Sebab, setelah Soeharto terpilih sebagai presiden pada Maret 1998 dalam Sidang Umum MPR, mulai muncul aksi demonstrasi yang mendesak Soeharto lengser.

Dampak isu dukun santet sungguh luar biasa. Banyak kiai atau guru agama yang dituduh sebagai dukun santet, kemudian dibunuh oleh kelompok tak dikenal yang tampil bak ninja.

Tak heran pembunuhan ini sering dinamakan "Operasi Naga Hijau", karena menyerang basis tapal kuda santri NU.

Aksi Geger Santet itu tetap muncul bahkan setelah Soeharto jatuh. Menurut Latif Kusairi, ada anggapan bahwa isu ini sengaja dibuat untuk membendung dominasi pemberitaan mengenai Kongres PDI di Bali pada Oktober 1998.

Baca juga: Rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden Jokowi terkait Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999

Kekacauan ini juga dianggap sebagai cara untuk bisa menghalau simpatisan PDI atau pendukung Megawati Soekarnoputri untuk mendatangi lokasi kongres. Jika melewati jalur darat, kita memang harus terlebih dulu ke Banyuwangi untuk kemudian melintasi laut menuju Bali.

Dengan demikian, ada dugaan bahwa Geger Santet juga sebagai bagian dari "Operasi Naga Merah".

Setelah beberapa bulan, pemerintah kemudian bertindak untuk membuat kondisi di Banyuwangi kondusif.  Aparat keamanan diterjunkan guna mengawal kondisi ini agar kembali kondusif.

Namun, hingga saat ini pemerintah belum juga berhasil mengungkap kasus Geger Santet.

Terbaru, pada Januari 2019 silam, Komnas HAM telah meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan dalam upaya pemulihan korban peristiwa pembunuhan berkedok dukun santet pada tahun 1998-1999.

Komnas HAM juga menyerahkan hasil penyelidikan Geger Santet kepada Kejaksaan Agung pada 14 November 2018. Namun, hingga sekarang belum ada tanda penuntasan kasus tersebut.

Baca juga: VIK: Kejatuhan (daripada) Soeharto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com