Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa Malari 1974, Protes Modal Asing atau Dampak Perpecahan Militer?

Kompas.com - 15/01/2019, 16:36 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini 45 tahun yang lalu, tepatnya pada 15 Januari 1974, ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta turun ke jalan untuk mengkritik kebijakan ekonomi Pemerintahan Soeharto yang dianggap terlalu berpihak kepada investasi asing.

Aksi yang dikenal sebagai Malapetaka 15 Januari 1974 ini dilakukan bertepatan dengan kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka untuk bertemu Presiden Soeharto.

Namun, aksi yang berjalan dengan damai itu kemudian diwarnai dengan kerusuhan. Sejumlah gedung dan kendaraan yang "berbau" Jepang menjadi sasaran. Ada yang dirusak, ada yang digulingkan, ada juga yang dibakar.

Mahasiswa yang melakukan demonstrasi membantah telah melakukan aksi yang berbuntut kerusuhan. Mereka merasa aksinya ditunggangi.

Meski begitu, kerusuhan ini menjadi alasan bagi rezim Orde Baru untuk membungkam gerakan mahasiswa yang dianggap menjadi penggerak Peristiwa Malari 1974.

Baca juga: Mengenang Malari, Saat Mahasiswa Melawan Rencana Investasi Soeharto

Anti asing atau perpecahan tubuh militer?

Pada awal pemerintahannya, Soeharto berusaha melakukan pembangunan dalam berbagai aspek. Adapun, salah satu kendalanya adalah utang yang dimiliki Pemerintahan Soekarno.

Pemerintaha Soeharto berupaya menutup utang warisan Orde Lama dengan memasukkan investasi dari negara lain.

Ketika itu, Amerika Serikat (AS) adalah menjadi mitra yang besar bagi Indonesia terutama di bidang energi dan tambang. Namun, dominasi Jepang di Asia saat itu ternyata lebih terlihat nyata.

Berbagai alat transportasi, elektronik, dan barang-barang konsumen terlihat lebih didominasi produk Jepang. Saat terdengar kabar bahwa Jepang bahwa Jepang akan investasi besar-besaran, hal inilah yang memicu gerakan mahasiswa.

Dikutip dari buku Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998 (2014) karya Jusuf Wanandi, setidaknya ada faktor lain ketika itu. Indikasi itu yaitu adanya "aroma" perpecahan tokoh militer yang berada di sekitar Soeharto.

Soemitro, Pangkopkamtib pada Januari 1971Piet Warbung Soemitro, Pangkopkamtib pada Januari 1971
Pada awal pemerintahan Orde Baru, Jenderal Soemitro merupakan Deputi Panglima Angkatan Bersenjata dan Panglima Kopkamtib. Pada awal 1970-an, Soemitro sering memanggil menteri-menteri ke kantornya dan menyelenggarakan rapat mingguan.

Langkah ini menjadikan sisi kubu Ali Moertopo merasa gerah dan ingin mempertanyakan kepada Soeharto tentang sejumlah "manuver" yang dilakukan Soemitro.

Baca juga: VIK Kejatuhan Soeharto, Kisah Soeharto pada Pengujung Kekuasaan

Pada 1973, Soemitro memulai langkah beraninya dengan mendatangi kampus-kampus. Soemitro mempunyai gagasan agar para mahasiswa lebih kritis terhadap pemerintah.

Langkah yang dilakukannya mendapat tentangan keras terhadap Ali Moertopo. Ditambah prajurit yang berjaga di rumah Ali dibebas tugaskan.

Pada akhir tahun 1973, Soeharto mengumpulkan jenderal-jenderalnya untuk melihat duduk perkara yang ada. Soemitro menangis sebelum pertemuan tersebut dimulai.

Akhirnya, Soemitro memberikan penjelasan dalam pertemuan itu bahwa dirinya tak ada niat untuk merongrong wibawa Pemerintahan Soeharto.

Pada 2 Januari 1975, jenderal-jenderal mengadakan jumpa pers dan memberitahukan kepada media bahwa tak ada masalah atau perpecahan di kubu militer.

Mahasiswa tetap beraksi

Peristiwa itu tak menghentikan para mahasiswa untuk melakukan demonstrasi yang dipersiapkan beberapa minggu sebelum kedatangan Kakuei Tanaka ke Indonesia. Mahasiswa tetap niat turun ke jalan.

Demonstrasi berawal dari apel ribuan mahasiswa dan pelajar yang berlangsung dari kampus Universitas Indonesia (UI) di Jalan Salemba menuju kampus Universitas Trisakti di bilangan Grogol pada tengah hari, 15 Januari 1974.

Di situ mahasiswa dan pelajar memaklumatkan Apel Tritura 1974. Para mahasiswa meminta pemerintah menurunkan harga, membubarkan asisten presiden, dan menggantung koruptor-koruptor.

Setelah apel bubar, para mahasiswa dan pelajar itu membakar patung Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka. Lalu mereka menuju ke Istana Kepresidenan.

Saat itu, Istana Kepresidenan menjadi tempat pertemuan antara Presiden Soeharto dan PM Kakuei Tanaka, yang datang sejak 14 Januari 1974.

Peluru mulai ditembakkan ke arah demonstran yang dinilai melakukan kekerasan. Mahasiswa sendiri membantah telah melakukan kekerasan. Sebab, saat itu mereka berdemonstrasi di sekitar Jalan MH Thamrin, sedangkan kerusuhan terjadi di sekitar Pasar Senen.

Kerusuhan Malari 1974 tercatat menyebabkan korban tewas sebanyak 11 orang, 685 mobil hangus, 120 toko hancur dan rusak, serta 128 korban mengalami luka berat dan ringan.

Proyek Pasar Senen yang ketika itu diperkirakan bernilai sekitar Rp 2,6 miliar terbakar habis.

Baca juga: 21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi...

Tanaka tak jengkel

PM TanakaDok. Kompas PM Tanaka

Ketika peristiwa itu terjadi, PM Jepang sedang berada di Indonesia untuk melakukan kunjungan. Walaupun kondisi di Jakarta tak kondusif akibat menolak kedatangannya, namun Tanaka tak merasa jengkel.

Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 17 Januari 1974, Tanaka tak menyatakakan ke media bahwa dirinya merasa jengkel karena ulah dari mahasiswa.

Menurut dia, demonstrasi yang tepat dilakukan bersamaan dengan kunjungannya ini akan digunakan untuk mendapatkan perhatian dari orang-orang Jepang.

Tanaka malah berjanji akan meninjau kembali kerja sama Jepang-Indonesia, hingga tercipta hubungan yang lebih baik lagi.

Kunjungan Tanaka di Indonesia saat itu berjalan lancar. Dia juga mendapatkan jamuan makan malam dari Soeharto di Istana Negara. 

Baca artikel selengkapnya mengenai kejatuhan Soeharto dalam tayangan multimedia: VIK: Kejatuhan (daripada) Soeharto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Nasional
Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Nasional
Wacana Koalisi PKS, PKB, PDI-P Berpotensi 'Deadlock' pada Pilkada Jakarta

Wacana Koalisi PKS, PKB, PDI-P Berpotensi "Deadlock" pada Pilkada Jakarta

Nasional
Pangkoarmada I Sebut Kapal Bakamla dan KKP Dikedepankan untuk Turunkan Tensi Laut China Selatan

Pangkoarmada I Sebut Kapal Bakamla dan KKP Dikedepankan untuk Turunkan Tensi Laut China Selatan

Nasional
AHY Mau Data Kementerian ATR/BPN Diunggah ke PDN asalkan Keamanan Terjamin

AHY Mau Data Kementerian ATR/BPN Diunggah ke PDN asalkan Keamanan Terjamin

Nasional
Terungkap di Sidang, Ketua Panitia Lelang Proyek Tol MBZ Tak Punya Sertifikasi

Terungkap di Sidang, Ketua Panitia Lelang Proyek Tol MBZ Tak Punya Sertifikasi

Nasional
93 CSIRT Sudah Terbentuk di Tingkat Pusat, Menko Polhukam Minta Jangan Hanya Jadi Pajangan

93 CSIRT Sudah Terbentuk di Tingkat Pusat, Menko Polhukam Minta Jangan Hanya Jadi Pajangan

Nasional
Tak Percaya Polisi, Keluarga Afif Maulana Minta Ekshumasi dan Otopsi Ulang

Tak Percaya Polisi, Keluarga Afif Maulana Minta Ekshumasi dan Otopsi Ulang

Nasional
PKB Anggap Duet Anies-Sohibul Tak Perluas Cakupan Pemilih

PKB Anggap Duet Anies-Sohibul Tak Perluas Cakupan Pemilih

Nasional
Polri Bantah Pernyataan KPK soal Tutup Pintu Koordinasi jika Ada Oknum Ditangkap

Polri Bantah Pernyataan KPK soal Tutup Pintu Koordinasi jika Ada Oknum Ditangkap

Nasional
Komnas HAM Diminta Bentuk Timsus untuk Investigasi Dugaan Siswa SMP Tewas Dianiaya Polisi

Komnas HAM Diminta Bentuk Timsus untuk Investigasi Dugaan Siswa SMP Tewas Dianiaya Polisi

Nasional
TNI AD Terbuka jika Publik Punya Bukti Tentara Bakar Rumah Wartawan di Karo

TNI AD Terbuka jika Publik Punya Bukti Tentara Bakar Rumah Wartawan di Karo

Nasional
Koarmada I Usul Kapal Bertonase 750 Ton Ditempatkan di Natuna Utara untuk Patroli

Koarmada I Usul Kapal Bertonase 750 Ton Ditempatkan di Natuna Utara untuk Patroli

Nasional
Menko Polhukam Harap Tim 'Reaksi Cepat' Anti-Peretasan Tak Cuma Pajangan

Menko Polhukam Harap Tim "Reaksi Cepat" Anti-Peretasan Tak Cuma Pajangan

Nasional
Peretas PDN Ingin Pulihkan Data Rabu Besok, Pengamat: Jangan Percaya Janji Palsu

Peretas PDN Ingin Pulihkan Data Rabu Besok, Pengamat: Jangan Percaya Janji Palsu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com