Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lenny Hidayat, SSos, MPP
Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi

Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi (ESG)

Di Mana HAM Ketika Kedaulatan Negara Dilukai?

Kompas.com - 14/05/2018, 12:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA kembali berduka.

Satu pekan kelabu ketika kelompok narapidana teroris berusaha menguasai Mako Brimob dan terjadinya serangan kelompok teroris pada misa pagi hari di Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Utara, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Sawahan, Jawa Timur.

Peristiwa ini bukan hanya melukai puluhan warga serta mengorbankan jiwa lima anggota Brimob dan 10 warga negara, melainkan juga melukai kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Peristiwa ini sangat memprihatinkan karena sekelompok narapidana terorisme telah maju selangkah dengan agenda kekerasan mereka.

Baca juga: Jika pada Juni RUU Antiterorisme Belum Selesai, Jokowi Terbitkan Perppu

Pada kasus Mako Brimob, terlepas dari ada beberapa prosedur yang harus diperbaiki, Polri telah berhasil menguasai situasi dalam waktu 40 jam dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Polri berhasil mencegah eskalasi kerusuhan meluas ke permukiman warga.

Namun, apakah lantas masalah ini tuntas? Sama sekali tidak.


Intoleransi sebagai wacana sel-sel tidur

Pada 11 Mei 2018, atau sehari setelah polisi menguasai Mako Brimob, salah satu anggota intelijen Brimob kembali menjadi korban penusukan oleh oknum yang diduga pelaku kasus terorisme.

Screenshot percakapan perencanaan penyerangan Mako Brimob oleh anggota kelompok di sebuah grup aplikasi beredar di media sosial.

Aksi seribu lilin di halaman monumen Tugu Pahlawan Surabaya, Minggu (13/5/2018).KOMPAS.com/Achmad Faizal Aksi seribu lilin di halaman monumen Tugu Pahlawan Surabaya, Minggu (13/5/2018).
Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh lupa pada karakter kejahatan terorisme, yang berbeda dengan kejahatan kriminal lainnya.

Tujuan penyerangan ini sebenarnya bukan membunuh anggota Polri, melainkan membangunkan sel-sel tidur radikalisme di Indonesia.

Pada Sabtu (12/5/2018), dua perempuan diduga ditangkap di sekitar Mako Brimob dan diinterogasi oleh Polri. Mereka berniat menusuk kembali anggota Brimob. Keduanya dilengkapi dengan gunting dan secarik kertas doa untuk mencuci otak mereka.

Pada Minggu (13/5/2018), tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, mendapat serangan bom bunuh diri. Pelaku penyerangan diduga merupakan satu keluarga.

Perempuan dan anak-anak yang diperalat sebagai "pengantin" atau menjadi bagian dari operasi terorisme telah diprediksi sejak pertengahan tahun lalu di salah satu studi Institute Policy Analysis of Conflict (IPAC).

Baca juga: Jokowi Kecam Bom Mapolrestabes Surabaya sebagai Tindakan Biadab

Namun, temuan ini diabaikan dan belum direspons dengan baik hingga sekarang. Pemerintah dan masyarakat harus waspada dan tidak menyepelekan indikasi-indikasi intoleransi di keseharian mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com