Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Sebut DPR Sepakat Mantan Napi Korupsi Dilarang Ikut Pileg 2019

Kompas.com - 26/04/2018, 14:07 WIB
Moh Nadlir,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI disebut sepakat dengan usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait larangan mantan narapidana korupsi ikut pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.

Usulan tersebut disepakati untuk diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Anggota Pileg dan bukan diserahkan kepada partai politik.

"Lobi kita sudah oke. Mereka (DPR) sudah sampai (bilang) ya terserah KPU," kata Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (26/4/2018).

(Baca juga: Pimpinan Komisi II Sepakat Parpol Dilarang Rekrut Caleg Mantan Napi Korupsi)

 

Kendati demikian, DPR  mengingatkan adanya risiko yang akan ditanggung KPU atas pengaturan aturan tersebut.

"Tapi risiko ya nanti pasti ada yang menggugat ke MA, bahkan juga kalau sampai ada yang menggugat perdata," kata Pramono.

Menurut Pramono, usulan itu disepakati oleh para wakil rakyat karena melihat adanya kesamaan pikiran untuk menghadirkan kontestasi yang bersih.

"DPR punya aspirasi yang sama untuk bagaimana menghadirkan caleg-caleg yang punya kredibilitas di mata masyarakat," kata Pramono.

Pramono juga menambahkan, bagi KPU, lebih baik peraturan tersebut batal karena putusan peradilan dan bukan karena keinginan DPR RI.

"Jangan karena proses legislasi," tegasnya.

(Baca juga: Ketua DPR Tak Setuju KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg)

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria setuju dengan opsi kedua yang ditawarkan oleh KPU terkait larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif dalam PKPU.

"Nah itu juga bisa jadi jalan tengah. Kita setuju. Itu bijak. Supaya tidak melanggar UU, di PKPU bisa diatur. Bisa saja diberikan kewenangan pada parpol," ujar Riza saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/4/2018).

Opsi kedua tersebut memberikan syarat kepada partai politik melakukan rekrutmen caleg yang bersih.

Riza menilai, opsi pertama, yakni larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi maju dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019, berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu (UU Pemilu).

(Baca juga: Parpol Diharapkan Dukung Larangan Nyaleg bagi Mantan Napi Korupsi)

 

Sebab, Pasal 240 UU Pemilu menyebutkan, seorang mantan terpidana yang dipidana lima tahun penjara tetap bisa mendaftar sebagai caleg selama ia mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana.

Partai politik (parpol), kata Riza, memiliki kewajiban untuk menerapkan sistem perekrutan yang lebih baik.

Sehingga, parpol juga bertanggungjawab bila suatu saat nanti calegnya tersangkut kasus hukum, seperti misalnya kasus korupsi.

Namun, Riza tak sepakat jika dalam PKPU tersebut diatur juga mengenai sanksi bagi parpol yang mengajukan caleg mantan narapidana korupsi.

Sebab, kata dia, ketentuan soal sanksi bagi parpol tidak diatur dalam UU Pemilu. Dengan demikian ketentuan tersebut tidak bisa diatur dalam PKPU.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum semakin mematangkan aturan yang melarang mantan narapidana korupsi mengikuti Pemilu Legislatif 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com