Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/04/2018, 11:28 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengakui bahwa peraturan yang disusun oleh KPU bisa digugat ke Mahkamah Agung.

Namun demikian, Titi yakin KPU telah memiliki dasar dan argumen hukum kuat dalam pengaturan larangan mantan narapidana korupsi ikut Pileg 2019.

"Gugatan hukum atas PKPU merupakan hal yang biasa-biasa saja. Produk hukum apapun pasti punya potensi diuji materi. Peraturan KPU pun menurut Undang-Undang Pemilu bisa diuji ke MA," ujar Titi kepada Kompas.com, Selasa (17/4/2018).

(Baca juga: Ditolak Mayoritas Fraksi DPR, KPU Diminta Teruskan Larangan Mantan Napi Korupsi Ikut Pileg)

Dengan demikian, Titi tidak ingin hanya karena kekhawatiran digugat ke MA, KPU batal memuat larangan ini di dalam regulasi mereka.

Titi berharap KPU tidak ragu dalam memuat larangan tersebut. Meskipun larangan itu mendapat penolakan dari mayoritas fraksi di DPR, KPU memiliki wewenang penuh dalam pengambilan keputusan terkait larangan itu.

"KPU berhak secara mandiri membuat pengaturan yang menurutnya perlu dan sejalan dengan kebutuhan di lapangan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang Pemilu," ujar Titi.

Titi menjelaskan, KPU, berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan KPU guna mengatur lebih lanjut tahapan penyelenggaraan pemilu.

(Baca juga: Komisi II Persilakan KPU Larang Eks Napi Korupsi Jadi Caleg, tapi...)

Ia mengakui bahwa KPU memang wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah, namun sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XIV/2016, hasil dari rapat konsultasi antara KPU dengan DPR tidak berlaku mengikat.

"Sehingga KPU berhak secara mandiri dan otonom berhak membuat pengaturan yang mereka yakini benar dan diperlukan dalam penyelenggaraan pemilu serentak mendatang," ujar Titi.

Sebelumnya Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui bahwa PKPU tersebut rentan digugat. Ia pun mempersilakan jika ada pihak-pihak yang tak sepakat dan ingin mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, banyak pihak menganggap larangan bagi mantan napi korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu (UU Pemilu).

Pasal 240 UU Pemilu, seorang mantan terpidana yang dipidana lima tahun penjara tetap bisa mendaftar sebagai caleg selama ia mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana.

(Baca juga: Meski Rentan Digugat, KPU Tetap Larang Mantan Napi Korupsi Maju Pileg 2019)

"Kan ada mekanisme pengujian PKPU melalui MA. Misalnya, jika kita berandai andai memaksakan itu maka silakan bagi pihak-pihak yang tidak sependapat dengan KPU bisa mengajukan melalui Mahkamah Agung," kata Wahyu.

Sementara itu, Wahyu menilai larangan mantan napi korupsi maju Pileg 2019 tidak melanggar ketentuan UU Pemilu.

Menurut Wahyu, korupsi merupakan kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Sehingga, KPU perlu mengatur pelarangan mantan napi korupsi lebih tegas melalui peraturan KPU.

Kompas TV Meski menentang usulan KPU, Paloh menyebut, bukan berarti Partai Nasdem mendukung koruptor.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Nasional
Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Nasional
Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Nasional
Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Nasional
KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Nasional
Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Nasional
Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Nasional
Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Nasional
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Nasional
900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

Nasional
Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Nasional
Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Nasional
PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

Nasional
Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com