Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Identitas Berlebihan Mengubah Mimbar Keagamaan Jadi Panggung Politik

Kompas.com - 09/02/2018, 05:45 WIB
Yoga Sukmana,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Frase politik identitas kian akrab di telinga publik setelah Pilkada DKI 2017 selesai. Kini frase tersebut bak seperti bom yang siap meledak kapanpun.

Namun sebenarnya, politik identitas bukanlah suatu masalah. Sebab ditinjau dari aspek kebudayaan, semua orang punya dan butuh identitas.

Hanya saja, politik identitas bisa menjadi masalah tatkala dimanipulasi dan dieksploitasi sedemikan rupa secara berlebihan untuk kepentingan politik yang sempit.

"Ketika identitas yang tidak punya masalah itu dimanipulir, jadilah masalah," ujar Budayawan Radhar Panca Dahana dalam diskusi di Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Radhar menilai, politik identitas sengaja dimanipulasi dan dieskploitasi secara berlebihan karena tujuan dari politik di Indonesia hanya untuk merebut kekuasaan.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama budayawan Radhar Panca Dahana seusai bedah buku di Wisma Perdamian Semarang, Kamis (28/5/2015). Artis ibu kota juga ikut berfoto bersama, Olivia Zalianti dan Ine Febrianti.Kompas.com/Nazar Nurdin Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama budayawan Radhar Panca Dahana seusai bedah buku di Wisma Perdamian Semarang, Kamis (28/5/2015). Artis ibu kota juga ikut berfoto bersama, Olivia Zalianti dan Ine Febrianti.

Padahal, kata dia, bila kembali melihat sejarah, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk atau multikultural.

(Baca juga: Politik Identitas Dikhawatirkan Potensial di Pilgub Jabar 2018)

Hal ini terjadi karena Indonesia adalah bangsa bahari.

Sebagai bangsa bahari, komunitas yang tumbuh dan berkembang di setiap bandar pasti memiliki ciri multi kultural. Hubungan kultural antara satu suku dengan suku lainnya juga terjalin kuat.

Oleh karena itu, satu identitas memiliki keterkaitan dengan identitas lainnya.

Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas juga menilai politik identitas sama sekali bukanlah hal negatif.

Namun bila dimunculkan secara berlebihan dan bermuatan isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) yang kuat, maka politik identitas bisa berbahaya.

Ia masih ingat betul politik identitas di Pilkada DKI yang bercampur dengan SARA. Dampaknya, keharmonisan sosial masyarakat yang multi kultural justri menjadi rusak.

(Baca juga: Bulan Ini, Kurikulum Ceramah Pilkada Damai Mulai Disebarkan)

"Mimbar-mimbar keagamaan akan menjadi panggung politik untuk kemudian mengkafirkan kelompok agama lain yang berbeda dalam pilhan politik," kata dia.

"Bahkan yang seiman sekalipun bisa dikafirkan hanya semata-mata berbeda pilihan politiknya. Itu sudah terjadi di DKI," kata dia.

PBNU berharap agar pengalaman di Pilkada DKI tidak terulang di Pilkada serentak 2018.

Bila hal itu kembali terjadi maka impilkasinya sangat besar bagi keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab Pilkada serantak 2018 akan digelar di 171 daerah.

Saat ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama-sama para pemuka agama sedang berupaya menyusun kurikulim ceramah untuk Pilkada damai.

Diharapkan, kurikulum itu bisa menjadi acuan para pemuka agama untuk ikut bersama-sama mengkampanyekan Pilkada yang damai tanpa isu SARA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com