Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasito mengatakan, kepolisian juga mengantisipasi adanya pelanggaran pidana melalui media sosial menjelang Pilkada Serentak 2018.
Seperti yang terjadi pada Pilkada 2017, dunia maya menjadi salah satu wadah bagi pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya dengan menyebarluaskan ujaran kebencian, hoaks, dan konten berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Untuk antisipasi SARA, dengan dibentuknya Biro Multimedia di Humas, dibentuknya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, kami harap paling tidak bisa mereduksi, mengurangi," ujar Setyo, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Baca juga: Menkominfo: Tugas Badan Siber Bukan Tangani Hoaks
Setyo mengatakan, penggunaan internet di Indonesia luar biasa. Jumlah pengguna yang terdeteksi sebanyak 131 juta orang. Jumlah ini bisa jadi lebih besar jika satu orang memiliki lebih dari satu akun.
"Ketika masyarakat dapat hal yamg akan mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat laporkan ke kepolisian terdekat," kata Setyo.
Setyo mengatakan, dalam waktu dekat, Polri berencana membentuk unit Direktorat Tindak Pidana Ainer di setiap Polda.
Selain itu, untuk menangkal isu hoaks maupun konten negatif di media sosial, maka Biro Multimedia seperti di Divisi Humas Polri akan ditempatkan pula di masing-masing Polda.
Baca: 11 Kasus Ujaran Kebencian dan Hoaks yang Menonjol Selama 2017
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, potensi kerawanan keamanan jelang Pilkada Serentak 2018 dimulai sejak pasangan calon mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. Kemudian, dilanjutkan dengan rangkaian kampanye.
Saat itu, kata Tito, masyarakat mulai terpecah karena dukungan politiknya.
Pada tahapan kampanye, Polri mengantisipasi adanya gesekan antar-pendukung, politik uang, manuver politik petahana, serta kampanye hitam dengan isu SARA atau hoaks.
Demikian pula ketika pasangan calon terpilih sudah disahkan, ancaman gangguan keamanan belum tentu langsung hilang.
Tito mengatakan, masih ada kemungkinan penolakan pengesahan tersebut disertai dengan pengerahan massa.