Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Ketua PPATK: Jokowi Terlalu Fobia Aturan

Kompas.com - 19/12/2017, 14:27 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK Yunus Husein mengkritik Presiden Joko Widodo yang dianggapnya terlalu fobia dengan aturan. Akibat ketakutan ini, menurut dia, penerbitan sejumlah aturan menjadi terhambat.

Padahal, aturan-aturan tersebut diperlukan untuk melakukan berbagai pembenahan di berbagai sektor, salah satunya dalam menghadapi praktik pencucian uang.

"Pemerintahan Jokowi legislative phobia, takut sama keluarnya peraturan baru," kata Yunus dalam diskusi di gedung PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Baca juga: Terlalu Banyak Aturan, Jokowi Inginkan Deregulasi agar Inovasi Berjalan

Yunus mencontohkan, peraturan presiden mengenai kepemilikan perusahaan penerima manfaat (beneficial owner). Dengan perpres ini, bisa dilakukan pengecekan dengan mudah pemilik perusahaan yang digunakan untuk melakukan pencucian uang.

Mantan Ketua PPATK Yunus Husein di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).KOMPAS.com/Ihsanuddin Mantan Ketua PPATK Yunus Husein di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
"Perpres sudah sejak Mei lalu di meja Presiden. Presiden terlalu sibuk, enggak sempat neken saja Perpres yang dibuat sekian lama. Kita sampai begadang di Sentul," ujar Yunus.

Yunus menambahkan, dua rancangan Undang-undang di DPR yang berkaitan dengan pencucian uang juga saat ini tidak jelas nasibnya. Dua RUU itu adalah tentang Pembatasan Transaksi Tunai dan tentang Perampasan Aset.

"Padahal, ini untuk melindungi publik sebenarnya, untuk lindungi masyarakat dari tindak pidana sendiri," ucap Yunus.

Baca juga: Jokowi: Perizinan Potensial Jadi Alat Pemerasan

Yunus mengatakan, akibat ketakutan Presiden mengenai aturan ini, jajaran pemerintahan di bawahnya juga ikut-ikutan berupaya agar aturan tidak terlalu banyak.

Menurut dia, hal ini setidaknya terjadi di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Menteri tidak mau teken aturan, enggak mau terlalu banyak. Nanti dimarahin lagi," ujar Yunus.

"Kalau sudah fobia aturan baru, wah susah sekali. Nanti ada masalah yang tidak terselesaikan," lanjutnya.

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi memang meminta agar jajarannya di pemerintah pusat, daerah, serta DPR dan DPRD tidak terlalu banyak membuat aturan. Bahkan, Jokowi ingin aturan yang saat ini sudah ada dipangkas.

Baca juga: Jelang Akhir Tahun, Deregulasi Ekonomi Belum 100 Persen Rampung

Yang paling terbaru adalah saat Jokowi membuka acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia Tahun 2017 di Jakarta, Senin (11/12/2017).

Jokowi mengatakan, banyaknya praktik suap-menyuap tak terlepas dari rumitnya regulasi dan aturan yang ada dalam birokrasi di Indonesia. Aturan tersebut dimanfaatkan oknum pejabat untuk melakukan pemerasan.

"Setiap aturan, setiap izin, dan setiap persyaratan punya potensi jadi obyek transaksi, obyek korupsi. Sekarang kita blak-blakan saja," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, di satu sisi regulasi bisa melindungi kepentingan publik. Namun, regulasi juga layaknya pisau bermata dua yang kerap dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab.

"Sebanyak 42.000 peraturan yang harus kita pangkas, nanti mau saya buat lomba siapa yang bisa pangkas peraturan, saya beri hadiah," kata Jokowi.

Kompas TV Jokowi: Menjengkelkan!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com