Ia berharap, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi para penyedia jasa untuk menghormati hak-hak disabilitas.
"Saya juga berharap Kementerian Perhubungan membuat kebijakan khusus agar penyedia jasa transportasi bisa mengakomodasi hak-hak disabilitas," kata dia.
Putusan hakim
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya telah memutus Etihad Airways melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 134 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
Dalam undang-undang tersebut diatur hak penumpang penerbangan berkebutuhan khusus.
Hakim ketua Ferry Agustina Budi Utami mengatakan, Etihad Airways selaku maskapai penerbangan wajib memberikan akses, fasilitas, dan pendampingan khusus terhadap penyandang disabilitas.
Apalagi syarat Dwi sebagai penumpang telah terpenuhi, yakni memiliki tiket, melakukan check in, memiliki boarding pass, bahkan sudah masuk pesawat dibantu staff service bandara.
Dwi sebagai penumpang dengan kebutuhan khusus juga berhak mendapatkan fasilitas tambahan seperti tempat duduk, fasilitas untuk naik dan turun pesawat, fasilitas selama pesawat mengudara, dan sarana lain yang menunjang untuk penyandang disabilitas
Ditambah lagi, fasilitas khusus tersebut tidak dikenakan biaya ekstra.
Karena dinyatakan melanggar hukum, maka Etihad Airways wajib membayar ganti rugi sebagaimana digugat Dwi dalam permohonannya.
Baca: Diskriminasi Etihad terhadap Dwi Ariyani Diharapkan Jadi yang Terakhir
Dalam gugatannya, Dwi meminta ganti rugi materiil sebesar Rp 178 juta dan imateriil sebesar Rp 500 juta. Namun, hakim menimbang ganti rugi materiil yang harus dibayarkan hanya Rp 37 juta.
Menurut pertimbangan hakim, sejumlah biaya seperti asuransi dan akomodasi ditanggung oleh Disability Right Fund (DRF) sebagai pihak yang mengundang Dwi.
Selain itu, Hakim mengabulkan gugatan ganti rugi imateriil sebesar Rp 500 juta karena Dwi merupakan satu-satunya perwakilan Indonesia dalam acara internasional itu dalam rangka pelatihan untuk penyandang disabilitas.