JAKARTA, KOMPAS.com - Dwi Aryani membuktikan bahwa dirinya mampu memperjuangkan haknya sebagai penyandang disabilitas setelah dipaksa turun dari pesawat Etihad Airlines.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa maskapai penerbangan tersebut bersalah karena tidak menyediakan fasilitas khusus penyandang disabilitas, malah menurunkan Dwi dari pesawat.
Putusan tersebut diambil tepat sehari setelah peringatan Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2017 kemarin.
"Ini merupakan hadiah atau kado terindah bagi Hari Disabilitas Internasional kemarin, di mana hak-hak kita untuk akses layanan publik itu harus dihormati," ujar Dwi usai sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (4/11/2017).
(Baca: Etihad Airways Divonis Melanggar Hukum dan Wajib Bayar Ganti Rugi Rp 537 Juta)
Dwi menganggap putusan tersebut sangat berarti bagi komunitasnya karena menjadi tolak ukur bahwa hak-hak disabilitas di Indonesia harus diperjuangkan. Ia berharap kejadian yang menimpa dirinya tak terulang kepada penyandang disabilitas lainnya.
Ia mengakui bukan upaya yang mudah selama setahun memperjuangkan haknya tersebut.
"Tapi kita bersyukur dapat putusan yang harapannya ke depan bisa bermanfaat bagi rekan-rekan disabilitas," kata Dwi.
Pengacara Dwi, Happy Sebayang mengatakan, ternyata masih ada keberpihakan hukum pada kaum disabilitas. Ia berharap, keputusan hakim bisa menimbulkan dampak positif bagi pengambil kebijakan dan stakeholder lain terkait penanganan penyandang disabilitas.
"Jadi ini sebagai cubitan bagi stakeholder bahwa hal yang mereka lakukan terkait pelanggaran hukum adalah hak disabilitas untuk melakukan upaya hukum," kata Happy.
(Baca juga: Jelang Putusan Kasus Etihad Airways, Dwi Aryani Berharap Keadilan bagi Penyandang Disabilitas)
Putusan tersebut sekaligus menjadi penyemangat bagi komunitas tersebut untuk tidak diam saat menjadi korban.
"Berteriaklah. Anda punya hak, Anda punya jaminan hukum bahwa anda dilindungi. Sehingga lakukanlah upaya ketika anda didiskriminasi," ujar dia.