Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Catalonia, Musim Separatisme, dan Politik Kita

Kompas.com - 02/11/2017, 08:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Pada saat yang sama, semangat membangun nasionalisme baru sebagai negara-bangsa anyar selepas dari kolonialisme memaksa banyak negara itu menggunakan tangan besinya untuk menyatukan wilayah-wilayah yang terserak. Wilayah-wilayah yang umumnya secara akar budaya, etnik, dan sejarah kebangsaan, berbeda. Di sinilah titik mula separatisme berawal.

Sementara itu, politik perang dingin menciptakan dua blok yang berpuluh-puluh tahun terus bertarung, Barat dan Timur. Menyebarkan pengaruhnya ke berbagai belahan dunia.

Situasi yang membuat dua kekuatan utama dunia tersebut cenderung akomodatif terhadap penindasan terhadap subnasional di negara-negara otoritarian. Mereka akan mendukung serepresif atau seotoriter apapun penguasa selama rezim tersebut menjadi barisan pendukung mereka.

Maka tidak heran, selama perang dingin, gerakan separatisme di banyak negara menemui tembok represi yang begitu kejam. Hal itu pula yang dialami para separatis di Spanyol, Kurdi, Filipina Selatan, Thailand Selatan, separatis di Myanmar, India, dan tentunya Aceh dan Papua di Indonesia.

Ketika perang dingin usai, gerakan separatisme seakan menemukan arenanya. Banyak negara-bangsa pecah berhamburan. Gerakan pemisahan terjadi di mana-mana. Gelombang demokratisasi ketiga meniupkan angin segar berupa bangkitnya lembaga-lembaga demokratis di banyak negara, sekaligus perpecahan banyak suku bangsa.

Usainya perang dingin membangkitkan nasionalisme baru. Namun, sekaligus merangsang munculnya nasionalisme lain dari kelompok yang secara historis berbeda dan tak lagi terikat oleh kekuasaan rezim penindas. Apa yang terjadi di Soviet, Yugoslavia, dan di pengujung 1990-an Indonesia adalah bagian dari tren global ini.

Ketidakstabilan ekonomi di era transisi dan politik nasional yang rentan membuat subnasional-subnasional terluka bangkit melawan untuk memisahkan diri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Debat Cawapres Didampingi Capres, Ganjar: Fitnah yang Mengatakan Gibran Tak Siap

Debat Cawapres Didampingi Capres, Ganjar: Fitnah yang Mengatakan Gibran Tak Siap

Nasional
Soal Bantuan Gizi Prabowo-Gibran, Dewan Pakar TKN: Pemenuhan Gizi Penting Cegah Stunting

Soal Bantuan Gizi Prabowo-Gibran, Dewan Pakar TKN: Pemenuhan Gizi Penting Cegah Stunting

Nasional
Ganjar Sambangi Pasar Loa Kulu Kukar, Ibu-ibu dan Anak-anak Berebut Atribut

Ganjar Sambangi Pasar Loa Kulu Kukar, Ibu-ibu dan Anak-anak Berebut Atribut

Nasional
Bawaslu Ungkap Penyebab Polarisasi Pemilu: Medsos, Netralitas ASN, dan Politik Identitas

Bawaslu Ungkap Penyebab Polarisasi Pemilu: Medsos, Netralitas ASN, dan Politik Identitas

Nasional
Jokowi Resmikan Gereja Katedral Keuskupan Agung Kupang yang Baru Diperbaiki

Jokowi Resmikan Gereja Katedral Keuskupan Agung Kupang yang Baru Diperbaiki

Nasional
Kuala Kencana Jadi Kota Modern Pertama di Tengah Hutan Tropis di Papua

Kuala Kencana Jadi Kota Modern Pertama di Tengah Hutan Tropis di Papua

Nasional
Tak Sepakat Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Cak Imin: Bahaya untuk Demokrasi

Tak Sepakat Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Cak Imin: Bahaya untuk Demokrasi

Nasional
Cak Imin Yakin Said Aqil Tetap Mendukungnya Mesti Diklaim Dukung Kubu Ganjar

Cak Imin Yakin Said Aqil Tetap Mendukungnya Mesti Diklaim Dukung Kubu Ganjar

Nasional
Tanam Pohon Cendana di Kupang, Jokowi Ingatkan soal Ancaman Kepunahan

Tanam Pohon Cendana di Kupang, Jokowi Ingatkan soal Ancaman Kepunahan

Nasional
Pengamat: Draf RUU DKJ Untungkan Oligarki

Pengamat: Draf RUU DKJ Untungkan Oligarki

Nasional
Panglima TNI Pimpin Laporan Kenaikan Pangkat 37 Perwira Tinggi, 23 di Antaranya Pecah Bintang

Panglima TNI Pimpin Laporan Kenaikan Pangkat 37 Perwira Tinggi, 23 di Antaranya Pecah Bintang

Nasional
Soal Dugaan Intimidasi ke Butet Kartaredjasa, Mahfud MD: Mestinya Tidak Boleh, Seni Ya Seni...

Soal Dugaan Intimidasi ke Butet Kartaredjasa, Mahfud MD: Mestinya Tidak Boleh, Seni Ya Seni...

Nasional
Mahfud Minta Izin Tak 'Cipika-Cipiki' dengan Ulama: Saya Flu, Nanti Anda Ketularan

Mahfud Minta Izin Tak "Cipika-Cipiki" dengan Ulama: Saya Flu, Nanti Anda Ketularan

Nasional
Kunker Jokowi Berdekatan dengan Kampanye Ganjar di Papua dan NTT, Istana: Sudah Direncanakan Jauh Hari

Kunker Jokowi Berdekatan dengan Kampanye Ganjar di Papua dan NTT, Istana: Sudah Direncanakan Jauh Hari

Nasional
Para Capres-Cawapres Sebaiknya Berkunjung ke IKN Nusantara

Para Capres-Cawapres Sebaiknya Berkunjung ke IKN Nusantara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com