Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Jimly, Ada Dua Hal yang Perlu Direvisi pada UU Ormas

Kompas.com - 02/11/2017, 07:46 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan dua hal yang harus menjadi perhatian dalam merevisi Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang telah disetujui DPR.

"Ya kalau mau direvisi, dua saja cukup. Satu mengenai sanksi pidana yang tidak terlalu penting. Kedua, proses pengambilan keputusannya," ujar Jimly, saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).

Jimly menjelaskan, seseorang yang menjadi anggota suatu ormas, sebelum dibubarkan pemerintah tidak bisa dipidana karena hal tersebut bukan merupakan kejahatan.

Kecuali, seseorang yang menolak ormasnya dibubarkan setelah terbukti melakukan pelanggaran.

Baca juga : Demokrat Serahkan Draf Revisi UU Ormas ke Pimpinan DPR

Ketentuan pidana diatur dalam Pasal 82A Ayat (2) dan Ayat (3) UU Ormas.

Sanksi pidana dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota dan atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Hukuman pidananya mulai dari seumur hidup atau pidana penjara penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.

Selain itu, anggota ormas anti-Pancasila dapat pula dikenai dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pidana yang diancam kepada anggota dari Ormas yang waktu belum dibubarkan, itu kan masih sah, bukan kejahatan. Kecuali, kalau sanksi pidana terhadap orang  yang menolak dibubarkan, sudah dibubarkan, tapi masih saja, itu lain Sanksi pidananya sah," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Baca juga : SBY: Alhamdulillah, Pak Jokowi Bersedia Revisi UU Ormas

Selain itu, Jimly juga menyoroti peran pengadilan dalam membubarkan suatu ormas.

Menurut dia, UU Ormas tidak boleh menghilangkan ketentuan pembubaran ormas tanpa melalui proses pengadilan.

"Proses pengambilan keputusannya harus mengembalikan peran pengadilan. Intinya biarlah proses hukum pengadilan mendahului keputusan administrasi," kata Jimly.

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) sebagai undang-undang melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Fraksi yang pro dan kontra terhadap penerbitan Perppu Ormas tidak dapat mencapai kata sepakat meski proses lobi dilakukan selama dua jam, hingga akhirnya rapat paripurna menetapkan mekanisme voting.

Sebanyak tujuh fraksi menerima perppu tersebut sebagai undang-undang yakni fraksi PDI-P, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan Hanura.

Meski demikian, fraksi PPP, PKB, dan Demokrat menerima Perppu tersebut dengan catatan agar pemerintah bersama DPR segera merevisi Perppu yang baru saja diundangkan itu.

Sementara, tiga fraksi lainnya yakni PKS, PAN, dan Gerindra menolak Perppu Ormas karena menganggap bertentangan dengan asas negara hukum karena menghapus proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas.

Kompas TV Partai Demokrat terus mendesak pemerintah segera merevisi undang-undang tentang Ormas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com