Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyikapi Pengepungan YLBHI dan Politisasi Isu PKI

Kompas.com - 23/09/2017, 05:45 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, belum banyak berubah sejak peristiwa pengepungan oleh ribuan massa yang mengklaim sebagai aliansi pemuda anti-komunisme pada Minggu (17/9/2017) malam hingga Senin (18/9/2017) dini hari.

Pecahan batu dan kaca berserakan di halaman gedung. Begitu juga dengan kondisi di lantai 1. Beberapa bagian pintu kaca kantor yang menghadap ke arah Jalan Diponegoro terlihat pecah.

Tumpukan kursi, meja dan papan yang digunakan sebagai blokade masih berada di dekat pintu. Batu yang dilempar massa dari luar gedung juga masih berserakan di lantai.

Beberapa staf YLBHI dan LBH Jakarta mulai melayani konsultasi bantuan hukum bagi beberapa kliennya, Jumat (22/9/2017) siang.

Meski pelayanan belum maksimal, beberapa klien LBH Jakarta dari serikat pekerja mendatangi kantor untuk berkonsultasi.

Sementara itu, Ketua YLBHI Asfinawati mengajak sejumlah wartawan berkeliling untuk melihat seberapa parah kerusakan yang terjadi. Tak lama usai berkeliling kami pun berbincang terkait peristiwa pengepungan.

"Saya kok kasihan kalau yang dihukum adalah orang-orang yang ada di lapangan. Memang beberapa adalah aktor yang memimpin massa (pengepung). Tapi kalau saya perhatikan, sebagian besar dari mereka adalah orang yang tidak tahu apa-apa dan mereka adalah korban juga. Massa yang datang itu korban dari hoaks," ujar Asfinawati.

Saat itu, massa dengan membabi buta melempari gedung YLBHI dengan batu dan tanpa dasar menuduh pihak YLBHI memfasilitasi sebuah diskusi mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tuduhan tersebut kemudian dibantah oleh Ketua Bidang Advokasi Muhammad Isnur yang mengatakan bahwa YLBHI tengah menggelar pagelaran seni dan diskusi terkait darurat demokrasi di Indonesia.

Pasca-peristiwa pengepungan, pihak Polda Metro Jaya menetapkan tujuh tersangka. Mereka dianggap tidak mengindahkan peringatan polisi untuk membubarkan diri dan diancam pidana penjara maksimal empat bulan.

Namun, menurut Asfinawati, polisi harus bisa mengungkap pihak-pihak yang menjadi dalang dan mengerahkan massa untuk melakukan pengepungan. Hal itu harus dilakukan agar peristiwa serupa tidak kembali terulang dan menimbulkan trauma bagi korban pengepungan.

"Jadi penegakan hukum tidak hanya kepada mereka (pelaku lapangan) tapi kepada otaknya. Siapa yang menggerakan orang-orang ini. Dan tentu saja polisi bisa melacaknya melalui forensik digital. Saya pikir unit sibernya Polri sanggup melacak itu," kata dia.

Pola Intimidasi

Asfinawati menjelaskan, pola-pola intimidasi dalam bentuk pengepungan dan pengerahan massa kerap terjadi di banyak kasus. Pola yang sama selalu terulang dengan kasus yang berbeda.

Pola pertama, ada isu-isu yang disebarkan oleh kelompok tertentu. Kedua, adanya stigmatisasi terhadap orang atau kelompok yang menjadi sasaran intimidasi. Setelah itu, pola ketiga, ada penggalangan massa yang solid meski jumlahnya sedikit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com