Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Yusril, Hak Angket Bisa Ditujukan untuk Semua Lembaga

Kompas.com - 14/09/2017, 17:59 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, semua lembaga bisa menjadi objek hak angket DPR.

Tidak hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi juga lembaga yudisial.

Pendapat ini disampaikan Yusril menanggapi perdebatan mengenai penggunaan hak angket terhadap KPK yang kini tengah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Memang iya (lembaga yudisial bisa di-angket), siapa yang bilang tidak?," kata Yusril saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Menurut Yusril, hak angket menjadi semacam kontrol terhadap lembaga-lembaga negara.

Baca: Ditunjuk Jadi Ahli, Yusril Akan Bertemu DPR Bahas Hak Angket KPK

Namun, dalam penggunaannya ada batasan-batasan tertentu.

Pada konteks Mahkamah Agung (MA), Yusril mencontohkan, hak angket tidak dapat digunakan jika alasannya terkait materi perkara yang ditangani MA.

Tetapi, dapat digunakan jika ada dugaan suap dalam urusan suatu perkara di MA.

Dengan demikian, peranan hak angket hanya mencari fakta atas dugaan adanya suatu persoalan di suatu lembaga.

"Angket kan tidak memasuki materi perkara. Kalau misalnya MA memeriksa (permohonan) kasasi atau PK (peninjauan kembali). Misalnya dibebaskan dalam kasasi, tapi dihukum dalam tingkat PK, itu tidak bisa diangket. Tapi kalau misalnya proses PK itu diduga ada suap menyuap, maka bisa diangket," kata Yusril.

Baca: Jimly, Yusril dan Romli Jadi Ahli dari DPR Terkait Pansus Angket KPK

Yusril mengatakan, rekomendasi yang dihasilkan dari penggunaan hak angket juga tidak berarti hanya diserahkan kepada pemerintah atau presiden.

Akan tetapi, bisa diserahkan langsung kepada lembaga yang menjadi sasaran angket atau lembaga yang relevan menindaklanjuti rekomendasi tersebut.

"Hasil dari angket itu diserahkan kepada instansi atau lembaga negara yang relevan. Misalnya ada dugaan-dugaan korupsi, diserahkan ke KPK, Kejaksaan Agung atau Kepolisian. Jadi tergantung (fakta) apa yang ditemukan," kata dia.

Sebelumnya, Ahli hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menilai, hak angket hanya ditujukan untuk pemerintah.

Oleh karena itu, rekomendasi Panitia Khusus Hak Angket yang diputuskan dalam rapat paripurna di DPR nantinya akan disampaikan kepada Presiden.

Menurut Zainal, penggunaan hak angket terhadap KPK tidak tepat.

"Menurut saya, menjadi Jaka Sembung bawa golok. Kalau yang disasar KPK tapi rekomendasinya ke Pemerintah. Pemerintah bisa bilang, 'Apa problem saya, tiba-tiba anda (DPR) meng-angket KPK (tapi) kok saya yang disuruh ngapa-ngapain, saya yang dihajar'," ucap Zainal dalam sidang uji materi yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2017).

Dalam uji materi terkait hak angket, Yusril merupakan ahli hukum dari pihak DPR selaku pembuat undang-undang.

Sedangkan Zainal merupakan ahli hukum dari pihak pemohon uji materi nomor 40/PUU-XV/2017, yakni para pegawai KPK.

Kompas TV Gonjang-Ganjing Seteru DPR vs KPK (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com