Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Ahli Hukum Nilai Hak Angket Ganggu Independensi KPK

Kompas.com - 13/09/2017, 17:04 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Yuliandri menilai, hak angket DPR tidak bisa ditujukan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab akan menggangu independensi KPK.

Pendapat ini disampaikan Yuliandri dalam sidang uji materi Pasal 79 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2017).

Yuliandri menjadi ahli hukum yang dihadirkan oleh pemohon uji materi nomor 47/PUU-XV/2017.

"Apabila dilakukan atau selidiki itu mengurangi makna dan posisi dari peran KPK," kata Yuliandri.

(baca: Jimly, Yusril dan Romli Jadi Ahli dari DPR Terkait Pansus Angket KPK)

Ia menjelaskan, dalam menjalankan fungsinya, KPK juga melakukan proses penyelidikan dan proses penuntutan.

Menurut dia, fungsi tersebut layaknya lembaga yudikatif. Oleh karena itu, penggunaan hak angket berdampak pada independensi KPK.

"Fungsi yang dilakukan KPK adalah bagian dari rangkaian proses persidangan, dari proses peradilan, kalau dilakukan (hak angket kepada KPK) maka mengurangi makna dari independensi," kata dia.

(baca: SBY: Demokrat Tolak Upaya Membekukan atau Membubarkan KPK)

Sebelumnya, Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti juga menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga independen.

Pernyataan ini sudah termuat dalam putusan MK pada beberapa perkara sebelumnya.

"Ada pertimbangan hukum dalam putusan MK (nomor perkara) 012, 016, 019/PUU-IV/2006 yang telah berupaya menjelaskan konteks KPK. Mahkamah berpandangan bahwa KPK bukan wilayah yudikatif, tetapi merupakan lembaga negara independen yang menyelenggarakan fungsi penegakan hukum," kata Bivitri saat sidang uji materi soal hak angket yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Selasa (5/9/2017).

Oleh karenai itu, menurut dia, KPK tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu objek hak angket.

(baca: Desmond Mahesa: Intervensi KPK, Fadli Zon Enggak Benar)

Sebab, KPK merupakan lembaga independen yang menjalankan fungsi penegakan hukum meski tidak disebut sebagai bagian dari lembaga yudikatif.

Para pemohon uji materi mengajukan gugatan ke MK dengan alasan bahwa hak angket yang tertuang dalam Pasal 79 Ayat 3 UU MD3 hanya berlaku bagi pemerintah, dan tidak ditujukan kepada lembaga lainnya.

Para pemohon, meminta MK mempertegas makna "...dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan" yang ada di dalam pasal tersebut.

Sidang uji materi hari ini ditujukan untuk pemohon nomor perkara nomor 40/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh para pegawai KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK, yang permohonannya teregistrasi dengan nomor perkara 47/PUU-XV/2017.

Selain itu, pemohon dengan nomor perkara 36/PUU-XV/2017, yakni gabungan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, serta Pemohon nomor perkara 37/PUU-XV/2017, yakni Direktur Eksekutif Lira Institute, Horas AM Naiborhu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com