Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilaporkan ke Bareskrim atas Tuduhan Makar, Ini Kata Fahri Hamzah

Kompas.com - 09/11/2016, 21:18 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyayangkan banyak pihak yang tidak memahami peta konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945 pasca-amandemen keempat. Menurut Fahri, hal tersebut menyebabkan banyak pernyataan tak relevan.

Pernyataan tersebut diungkapkan Fahri menyusul adanya tudingan dari sejumlah pihak bahwa dia melakukan makar. Bahkan, Fahri dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan perbuatan penghasutan dan makar terhadap pemerintah.

Pasal makar, kata Fahri, sebagian besar telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk penyesuaian UUD 1945 yang baru.

"Makar dalam terminologi aslinya di KUHP disebut anslaag. Aanslag itu diartikan sebagai gewelddadige aanval yang dalam bahasa Inggris artinya violent attack. Artinya, makar itu hanya terkait dengan fierce attack atau segala serangan yang bersifat kuat," tutur Fahri melalui keterangan tertulis, Rabu (9/11/2016).

Adapun kegiatan yang termasuk kategori "violent attack" tersebut seperti membocorkan rahasia negara, kerja sama dengan tentara asing saat perang, dan lainnya.

Sementara itu, yang terkait dengan kehormatan dan martabat kepala negara sudah berubah menjadi delik aduan. Amandemen 1945, tuturnya, sudah menghilangkan segala potensi yang mengekang kebebasan berpikir dan berekspresi masyarakat.

"Jadi, salah tempat di era demokrasi ini kalau masih ada yang berpikir tentang makar. Presiden naik dan jatuh diatur jalan keluarnya dalam konstitusi. Tak ada yang tidak diatur demi tertib sosial," ujarnya.

Fahri menambahkan, perlu juga diketahui bahwa legislatif memiliki fungsi pengawasan, baik di dalam maupun di luar kantor DPR.

Dalam menjalani fungsinya tersebut, tidak boleh ada pihak yang menghalangi anggota DPR karena memiliki hak imunitas dari tuntutan.

"Itulah alasan kenapa legislatif diberi hak imunitas oleh UUD 45 karena akan mengawasi kekuasan yang besar. Eksekutif bisa saja tidak rela diawasi lalu menggunakan kekuasaan untuk menjegal dan melawan pengawasan," kata Fahri.

Oleh karena itu, lanjut Fahri, bukan soal makar atau melawan, melainkan lebih kepada pengawasan. Anggota DPR yang diam, menurut dia, hanya ada pada sistem otoriter.

"Mungkin orang mau merebut pertumbuhan ekonomi besar seperti China dengan sistem tangan besi, silakan saja, tetapi saya tidak akan diam. Saya tidak percaya dengan kemajuan ekonomi yang hanya meletakkan manusia dalam mesin produksi," tutur Fahri.

(Baca: Fahri Hamzah Dilaporkan ke Bareskrim Polri)

Barisan Relawan Jalan Perubahan (BaraJP) melaporkan Fahri Hamzah ke Bareskrim Polri, Rabu (9/11/2016). Ia dilaporkan atas dugaan perbuatan penghasutan dan makar terhadap pemerintah.

Anggota BaraJP, Birgaldo Sinaga, mengatakan, saat mengikuti aksi 4 November lalu, Fahri menyebutkan ada dua cara untuk menjatuhkan Presiden.

(Baca juga: Mengapa Hanya Fahri Hamzah yang Dilaporkan? Ini Kata BaraJP)

Kompas TV Fahri Hamzah Dilaporkan Atas Dugaan Penghasutan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com